Berpeluang untuk Ekspor dan Biodiesel, Regulasi Minyak Jelantah Harus Dibuat

Webinar bertemakan “Kupas Tuntas Regulasi Minyak Jelantah Dari Aspek Tata Niaga dan Kesehatan”. Foto: Majalah Sawit Indonesia
Webinar bertemakan “Kupas Tuntas Regulasi Minyak Jelantah Dari Aspek Tata Niaga dan Kesehatan”. Foto: Majalah Sawit Indonesia

TROPIS.CO, JAKARTA  – Pemerintah diminta mengatur tata niaga minyak jelantah atau minyak goreng bekas pakai melalui peraturan khusus untuk melindungi kesehatan masyarakat, memperoleh nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan.

Di tahun 2019, ekspor minyak jelantah Indonesia mencapai 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu kiloliter (KL) dengan  nilai sebesar US$ 90,23 juta.

Sebagian besar penggunaan minyak jelantah di negara tujuan ekspor digunakan bagi kepentingan biodiesel.

Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo menjelaskan bahwa volume minyak jelantah atau used cooking oil yang beredar di masyarakat sangatlah besar mencapai 3 juta per ton per tahun.

Minyak jelantah merupakan limbah sisa minyak goreng dari kegiatan menggoreng makanan di rumah tangga maupun hotel, restoran, dan makanan.

“Jika dilihat komposisi bahan kimianya minyak jelantah mengandung senyawa zat karsinogenik. Makanya, minyak jelantah ini dapat membahayakan masyarakat. Tapi ada peluang untuk digunakan menjadi biofuel,” ungkap Bernard saat membuka dialog hybrid Webinar bertemakan “Kupas Tuntas Regulasi Minyak Jelantah Dari Aspek Tata Niaga dan Kesehatan”, Rabu (23/6/2021).

Bernard Riedo menjelaskan minyak jelantah sudah menjadi barang yang dapat diperjualbelikan di masyarakat dan memiliki rantai dagang dari penjual, pengumpul, pembeli dan eksportir.

Namun, kesehatan masyarakat harus diperhatikan dan dilindungi supaya minyak jelantah tidak disalahgunakan untuk didaur ulang kembali menjadi minyak goreng.

“Tren minyak jelantah saat ini banyak diperjualbelikan oleh individu atau masyarakat. Masyarakat juga mulai melakukan pola pengumpulan minyak jelantah dengan tujuan sosial atau market,” ungkapnya.

Itu sebabnya, menurut Bernard, GIMNI mengusulkan peredaran minyak jelantah harus diawasi dan diatur dalam sebuah regulasi khusus.

Asosiasi ingin menjalin kerja sama dengan pemerintah dan pihak terkait terkait pengaturan minyak jelantah.

Baca juga: GAPKI Giat Bangun Hubungan Industrial yang Harmonis