Dampak Positif Praktik Sistem Wanatani Kopi

Empower Project

Studi yang dilakukan pada September hingga Oktober 2020 di Kecamatan Dempo Tengah dan Dempo Utara ini melibatkan 125 responden yang telah mendapatkan intervensi bernama ‘Empower Project’.

Proyek tersebut adalah program intervensi yang didanai oleh JDE, Yayasan IDH, dan S&D SUCDEN dan telah berlangsung hingga tahun 2018 dengan target petani kopi binaan sebanyak 3.500 di Pagar Alam, Sumatera Selatan.

Program ini berfokus pada peningkatan mata pencaharian petani kopi melalui wanatani yang beragam.

Studi ini menunjukkan tidak ada dampak negatif dari intervensi terhadap dinamika gender tingkat rumah tangga.

Peran laki-laki dan perempuan dalam sistem wanatani berbasis kopi dan praktik pertanian lainnya saling melengkapi dan saling mendukung sehingga menghasilkan sinergi.

“Meskipun demikian, masih terdapat potensi risiko ketidakseimbangan hubungan dalam keluarga petani, karena pembuat keputusan sering dilakukan oleh laki-laki atau kepala rumah tangga sehingga perempuan kehilangan kesempatan untuk berperan lebih dalam lagi untuk pengembangan pertanian kopi mereka,” ujar Elok.

Senada dengan Elok, Sustainability Manager S&D SUCDEN COFFEE Veronika Semelkova menyatakan, potensi risiko ketidakseimbangan dalam hubungan perlu diisi dengan intervensi program yang dapat meningkatkan kolaborasi antara perempuan dan laki-laki lebih mendalam agar dapat berperan untuk mengembangkan produktivitas usaha kopi.

“S&D SUCDEN COFFEE telah bekerja sama dengan beberapa mitra dalam program peningkatan kapasitas praktik pertanian yang baik, bagi para petani, khususnya perempuan petani agar dapat membuka peluang bagi perempuan petani dalam meningkatkan kapasitasnya,” ungkapnya.

Ketidakseimbangan peran perempuan dalam produksi kopi juga diakui oleh Do Ngoc Sy, APAC Sustainability Manager Jacobs Douwe Egberts (JDE), salah satu perusahaan kopi murni terbesar di dunia yang telah beroperasi selama 265 tahun.

“Peran perempuan sedikit banyak selalu terdapat dalam sistem rantai nilai kopi. Untuk itu, program pengembangan sistem wanatani kopi yang beragam perlu menggunakan pendekatan intervensi gender.”

“ Jika diabaikan, maka kita akan kehilangan potensi peningkatan produktivitas dan kesejahteraan bagi keluarga petani secara keseluruhan,” jelasnya.

Sistem wanatani kopi juga telah dikembangkan di komunitas petani kopi, Nestle.

Berkolaborasi bersama kelompok petani lokal di Tanggamus, Provinsi Lampung, Nestle memiliki program bernama “Coffee Plus” yaitu diversifikasi terhadap lahan kopi dengan cara intercropping yang menargetkan penanaman satu juta pohon pelindung hingga tahun 2025.

“Selain bertujuan mengurangi emisi karbon, sistem intercropping ini adalah cara agar petani tidak tergantung pada panen kopi saja, tetapi juga mendapatkan penghasilan dari tanaman lain, seperti vanili, lada, dan jahe,” jelas Rudi Syahrudi, Head of Corporate Agriculture Services dari Nestle Indonesia.

Rudi menambahkan bahwa di Indonesia, petani kopi merupakan usaha keluarga yang dikelola bersama oleh suami, istri, dan anggota keluarga lainnya. Untuk itu, pembagian peran yang efektif antara laki-laki dan perempuan sangat diperlukan agar bisa mengembangkan sistem wanatani, yang jauh lebih kompleks daripada sistem monokultur.

Nestle juga memiliki program peningkatan pasca panen untuk kelompok perempuan melalui pengembangan agronomi dengan mendirikan UMKM bagi petani kopi dengan anggota perempuan dan remaja putri serta juga Farmer Business School yang juga diikuti oleh lebih dari 1.600 orang petani wanita.

Menyoroti dampak sistem wanatani terhadap lingkungan, Abyatar yang merupakan anggota Koperasi Klasik Beans dan juga pendiri dari Adena Coffee Indonesia mengatakan bahwa peran perempuan juga bedampak pada bagi konservasi lingkungan.

“Klasik Beans sebagai salah satu koperasi kopi di Indonesia, memiliki program pendampingan petani serta program pemulihan ekosistem hutan di daerah Malabar, Ciwidey dan Garut.”

“Penyuluh kami atau yang disebut ‘Sahabat Petani Klasik Beans’ melakukan kunjungan rutin dari beberapa shelter kecil di daerah pegunungan ke area kelompok tani.”

“Kegiatan ini juga melibatkan perempuan petani, seperti kegiatan memberikan arahan bagaimana penggunaan pupuk alami pengganti pupuk pestisida untuk menjaga kualitas tanah dan air demi keberlanjutan usaha tani kopi,” ungkap Abyatar.

Salah satu kisah inspiratif dari program Sahabat Petani adalah kemunculan para ‘champion’ dari lapangan.

Saat ini, mantan tenaga kerja Indonesia yang pernah bekerja dari Arab Saudi, Ibu Titin berhasil menciptakan sistem wanatani di Ciwidey, Bandung.

“Beliau memimpin petani perempuan agar bisa menerapkan sistem wanatani bagi perkebunan kopi di bloknya.”

“Keberhasilan beliau telah menjadi inspirasi bagi perempuan di desa lainnya.”

“Inilah contoh nyata bagaimana perempuan bisa bernilai tinggi dalam rantai pasok, terutama untuk mendukung konservasi lingkungan,” kata Abyatar.