Dampak Positif Praktik Sistem Wanatani Kopi

Perempuan petani kopi sedang menyaring kopi di sentra kopi Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan. Foto: Project Empower
Perempuan petani kopi sedang menyaring kopi di sentra kopi Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan. Foto: Project Empower

TROPIS.CO, JAKARTA – Sistem wanatani atau agroforestry kopi yang menambahkan elemen pohon pelindung untuk meningkatkan produksi kopi, terbukti berhasil memberikan tambahan pendapatan bagi petani.

Selain manfaat ekonomi, sistem ini terbukti juga berpengaruh terhadap hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga petani kopi dan komunitasnya.

Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh World Agroforestry (ICRAF) dan didukung oleh Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (Yayasan IDH), S&D SUCDEN, dan Jacobs Douwe Egberts (JDE), memotret dinamika hubungan gender dan kaitannya dengan perubahan praktik pertanian yang mengaplikasikan sistem wanatani termasuk inovasi teknologi yang terdapat di dalamnya.

Sistem wanatani adalah menanam pohon pelindung (seperti sengon dan cempaka) yang ditanam dengan jarak tertentu dengan tanaman komersial lainnya, selain tanaman kopi.

Menurut Elok Mulyoutami, peneliti gender yang bekerja sama dengan World Agroforestry (ICRAF), sistem ini sudah banyak diterapkan di tingkat lokal maupun global dan terbukti memberikan banyak manfaat.

“Berhubung kopi hanya bisa panen sebanyak satu kali selama setahun, maka diversifikasi tanaman menjadi sangat penting.”

“Beberapa tanaman komersial seperti rempah, buah, sayur terbukti bisa mendatangkan penghasilan baru bagi petani agroforestri kopi.”

“Di skala yang lebih besar, sistem ini sekaligus membantu meningkatkan ketahanan pangan dan ketahanan lingkungan terhadap dampak perubahan iklim,” tutur Elok saat menjadi narasumber dalam Webinar bertema ”Gender dalam Praktik Agroforestri Kopi” yang digelar oleh Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (Yayasan IDH), S&D SUCDEN, dan Jacobs Douwe Egberts (JDE), Kamis (10/6/2021).

Elok menambahkan bahwa dampak positif sistem wanatani tidak hanya terhadap ekonomi dan lingkungan saja, tapi juga pada kehidupan sosial masyarakat petani.

Salah satu contoh nyata adalah petani kopi di Kabupaten Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan yang telah mempraktikkan sistem wanatani, mulai dari yang sederhana hingga kompleks.

“Dalam studi terbaru kami di Kabupaten Pagar Alam, kami melihat bahwa sistem wanatani ini juga menghasilkan pola relasi antara laki-laki dan perempuan.”

“Misalnya dalam pembagian tugas dalam berkebun kopi, pembagian pendapatan dan akses terhadap kehidupan rumah tangga, manajemen waktu, keuangan dan pengambilan keputusan rumah tangga, serta akses untuk mendapatkan pembangunan kapasitas,” ungkapnya.