Cofiring Biomassa Hutan di PLTU Bisa Kendalikan Perubahan Iklim

Dorong Pengembangan HTE

Ketua umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo optimis,  implementasi cofiring menjadi peluang untuk mendorong pengembangan hutan tanaman energi (HTE).

Cofiring tidak bisa hanya bersandar pada limbah, tapi harus didukung oleh feedstock berkelanjutan dari HTE.

“Kayu dalam bentuk woodchips masih masuk hitungan ekonomis sebagai cofiring, di Pulau Jawa,” katanya.

Hitung-hitungan APHI, harga jual wood chips alias kayu serpih yang ekonomis berkisar antara Rp 666.000 hingga Rp 995.000 per ton.

Di  Pulau Jawa, dengan dukungan infrastruktur yang baik maka harga keekonomian bisa tercapai.

Di luar Pulau Jawa, dimana biaya produksi lebih tinggi maka harga keenomian belum dicapai dengan harga pasokan yang ditetapkan PLN saat ini yang mengacu pada harga batu bara.

Indroyono mengusulkan pemerintah untuk memberi insentif terkait harga keekonomian tersebut.

“Perlu ada insentif seperti keringanan PPN untuk produk woodchips,” ungkap Indroyono.

Indonesia menargetkan untuk meningkatkan bauran EBT dalam penyediaan energi sebesar 23 persen pada tahun 2025 mendatang.

Dari target tersebut sudah tercapai sebesar 11 persen pada tahun 2020 lalu.

Selain itu dalam draft Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik 2021-2030 yang masih dibahas penggunaan EBT juga akan ditingkatkan persentasenya hingga 48 persen.

Koordinator Penyiapan Program Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Trois Diliusendi menyatakan, cofiring sangat pas untuk mendukung peningkatan penggunaan EBT.

Pasalnya, tidak dibutuhkan investasi baru yang besar dan cukup  memanfaatkan PLTU yang sudah ada.

Implementasi cofiring juga secara cepat bisa meningkatkan total EBT dalam bauran energi nasional.

“Dengan 5 persen cofiring di unit-unit PLTU, maka akan mendapat 900 MW listrik berbasis EBT setara 0,9 persen bauran EBT,” jelas Trois.

Lantas Direktur Operasi 1 PT Pembangkitan Jawa Bali M Yossy Noval A menyatakan pihaknya telah melakukan ujicoba untuk implementasi cofiring di sejumlah PLTU.

“Hasil uji yang dilakukan cofiring terbukti mampu menurunkan emisi gas rumah kaca dan emisi sox (sulful oksida) jadi memang lebih ramah lingkungan,” pungkas Yossy. (*)