Transisi Energi untuk Udara Bersih Jakarta Harus Jadi Prioritas

Kualitas Udara Memburuk

Kondisi udara di Indonesia tercatat terus memburuk sejak dua dekade terakhir dan saat ini berada di peringkat ke-20 negara dengan kualitas udara terburuk di dunia menurut Air Quality Live Index (AQLI)2.

Berdasarkan pengamatan AQLI, 91 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara melebihi batas aman dari World Health Organization (WHO).

WHO menetapkan rata-rata konsentrasi per tahun dari polutan udara atau Particullate Matter (PM2,5) tidak boleh melebihi 10 mikron per meter kubik.

PM2,5 merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron atau 30 kali lebih kecil dari sehelai rambut manusia.

Pada wilayah dengan tingkat polutan tinggi, partikel-partikel ini dapat mengurangi jarak pandang dan mengancam kesehatan manusia.

AQLI mencatat Kota Metropolitan Jakarta saat ini memiliki konsentrasi PM2.5 enam kali lipat lebih tinggi dari batas aman WHO.

Jika kondisinya terus memburuk, maka 11 juta penduduk Jakarta bisa kehilangan angka harapan hidup selama 5,5 tahun.

Sebaliknya, apabila pemerintah berhasil memperketat kebijakan terhadap tingkat pencemaran udara, maka harapan hidup orang Jakarta bisa meningkat hingga dua tahun.

Dr. Alvi Muldani, Direktur Klinik Alam Sehat Lestari (ASRI), mengatakan, “Konsentrasi PM2,5 tinggi memiliki hubugan sebab akibat dengan kematian dini pada orang yang memiliki penyakit jantung dan paru.”

“Polusi lain dalam udara seperti timbal walaupun dalam konsentrasi rendah, sangat berbahaya bagi anak dan janin. Gejala yang umum timbul akibat PM2.5 ini antara lain batuk-batuk, mulut kering, dan gangguan pernapasan. Jika terpapar dalam jangka panjang, dapat berdampak menurunnya angka harapan hidup karena keganasan paru dan penyakit paru obstruktif kronis,” ungkapnya.

Dia uga mengingatkan bahaya dari PM2,5 dan timbal juga dapat menempel di pakaian dan terbawa ke dalam rumah.

“Khusus di masa pandemi ini, kita perlu lebih mematuhi protocol kesehatan dengan mengaplikasikan 3M, sehingga bisa mencegah kita dari paparan polusi sekaligus Covid-19, karena keduanya sinergi memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia,”  kata dr. Alvi dalam keterangan persnya, Sabtu (5/6/2021).