Karhutla di Indonesia 99 Persen Karena Faktor Manusia

Kerja Sama Cegah Karhutla

Wamen Alue Dohong menyampaikan, kerja sama yang melibatkan berbagai pihak juga terus ditingkatkan untuk mencegah Karhutla.

“Sekarang, kita terus laksanakan rapat koordinasi bulanan untuk penanggulangan Karhutla yang melibatkan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah.”

“Koordinasi ini sangat penting, seperti sharing data dan informasi, misalnya data prediksi jumlah hari tanpa hujan dan kekeringan dari BMKG,” ungkap Wamen Alue Dohong.

Berdasarkan pengalaman pengendalian Karhutla pasca tahun 2015 juga, terdapat tiga klaster utama yang menjadi strategi solusi permanen pengendalian pencegahan Karhutla.

Klaster pertama adalah pengendalian operasional dalam sistem Satgas Terpadu di tingkat wilayah yang diperkuat dengan Masyarakat Peduli Api (MPA) yang  dilengkapi sarana dan pengetahuan teknis serta dibekali pengetahuan paralegal.

Klaster kedua, dilakukan dengan analisis iklim dan rekayasa hari hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).

TMC sebagai upaya pencegahan Karhutla dilakukan dengan tujuan membasahi kawasan gambut yang rawan Karhutla, mengisi kanal-kanal, kolam retensi, dan embung untuk menekan potensi Karhutla.

Klaster ketiga, adalah pembinaan tata kelola lanskap, khususnya dalam ketaatan pelaku atau konsesi, praktik pertanian, dan penanganan lahan gambut.

Kemudian pada tahun 2021, operasi Teknologi Modifkasi Cuaca (TMC) telah dilakukan di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat (Kalbar).

Hasilnya, secara umum prosentase penambahan curah hujan periode TMC Maret sampai  April 2021 di Provinsi Riau berkisar 33 hingga 64 persen terhadap curah hujan alamnya.

Penambahan curah hujan di lokasi penyemaian awan sekitar 194.3 Juta m3.

Sementara di Provinsi Kalbar prosentase penambahan curah hujan periode TMC Maret  sampai April 2021 berkisar 7 hingga 44 persen terhadap curah hujan alamnya.

Penambahan curah hujan di lokasi penyemaian awan sekitar 191.6 Juta m3.