Warga Radabata dan Dadawea Perantauan Tolak Rencana Pembangunan PLTP Mataloko

Martin Rio, mewakili Warga Radabata dan Dadawea Perantauan, mendukung sikap warga Desa Radabata dan Desa Dadawea yang menolak rencana pembangunan PLTP Mataloko. Foto: Dok. Pribadi
Martin Rio, mewakili Warga Radabata dan Dadawea Perantauan, mendukung sikap warga Desa Radabata dan Desa Dadawea yang menolak rencana pembangunan PLTP Mataloko. Foto: Dok. Pribadi

TROPIS.CO, JAKARTA – Menyikapi rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), warga Radabata dan Dadawea Perantauan menolak rencana pembangunan PLTP Mataloko di Sadha Olo, Desa Radabata dan Desa Dadawea, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pernyataan sikap itu disampaikan Martin Rio, selaku perwakilan Warga Radabata dan Dadawea Perantauan, di Jakarta, Selasa (1/6/2021).

Menurut Martin, watu tana atau lahan yang dimiliki warga, bagi orang Bajawa, nerupakan warisan atau titipan leluhur yang harus dikelola dan dijaga dengan baik. Di atas lahan itulah, orang menanam segala macam tanaman dan memelihara segala macam hewan, untuk memenuhi segala kebutuhan hidup mereka turun temurun. Tanah merupakan  harta warisan yang paling berharga, tidak pernah akan habis. Tanah jauh lebih  berharga daripada emas dan uang, berapa pun nilainya.

Tanah yang diwariskan oleh leluhur, biasanya tidak boleh dijual oleh siapapun. Kalau pun terpaksa dijual, harus melalui prosedur dan disepakati oleh semua warga yang ada dalam keluarga atau suku tersebut.

Demi menjaga watu tana atau lahan yang diwariskan leluhur, orang Bajawa rela mempertaruhkan nyawanya. Dia rela mati kalau tanah warisannya diserobot atau diduduki orang lain.

“Karena itu, tidak heran bila masyarakat Desa Radabata dan Desa Dadawea, sangat marah ketika pihak PLN mematok lahan mereka tanpa sepengetahuan dan sepersetujuan mereka. Hal itu merupakan penyerobotan menurut mereka.Pada tanggal 5 Januari yang lalu, masyarakat pernah mengusir pihak PLN dan pengelola dari Doka. Mereka datang untuk mensosialisasikan rencana penbangunan PLTP di Sadha Olo,” ujar Martin.

Setelah itu, beberapa kali Pemda masih mengundang masyarakat desa Radabata dan Dadawea, pastor paroki serta para tuan tanah untuk bernegosiasi terkait rencana proyek PLTP tersebut. Sikap masyarakat tetap sama, yaitu mereka menolak.

“Sebagai orang Radabata dan Dadawea  yang berada di perantauan, kami mendukung sepenuhnya sikap warga kedua desa tersebut, menolak rencana pembangunan proyek PLTP di Sadha Olo tersebut,” katanya.