KLHK Berhasil Kurangi Timbulan Sampah Plastik hingga 15,3 Persen

Dalam kurun tiga tahun terakhir, sampah plastik laut di laut Indonesia telah berkurang dari 615 ribu tom menjadi sekitar 521 ribu ton pada Desember tahun 2020. Foto: PGSP
Dalam kurun tiga tahun terakhir, sampah plastik laut di laut Indonesia telah berkurang dari 615 ribu tom menjadi sekitar 521 ribu ton pada Desember tahun 2020. Foto: PGSP

TROPIS.CO, JAKARTA – Berbagai upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam mengurangi sampah plastik di laut dan di darat telah membuahkan hasil yang sangat signifikan.

Pada saat ini tingkat pengurangannya telah mencapai 15,3 persen dari target 25,9 persen hingga akhir tahun ini.

“Kami akan terus meningkatkan upaya untuk mengurangi jumlah timbulan sampah sebesar 25,9% pada akhir tahun 2021 dan sebesar 38,5 persen pada akhir tahun 2022,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya di Jakarta, Selasa (18/5/2021).

Menurutnya, dalam kurun tiga tahun terakhir, sampah plastik laut telah berkurang dari 615 ribu ton menjadi sekitar 521 ribu ton pada Desember tahun 2020.

“Artinya, total sampah plastik laut di Indonesia berkurang sebesar 15,3 persen baik untuk kegiatan di darat maupun yang berbasis di laut,” ungkap Menteri Siti Nurbaya saat menjadi pembicara pada International Atomic Energy Agency (IAEA) High Level Round Table Discussion for The Asia and the Pacific Region “NUTEC Plastic: Atoms Contributing to the Search for Solutions to Plastic Pollution” yang dilaksanakan secara virtual pada Selasa (18/5/2021).

IAEA tengah mengembangkan program Nuclear Technology for Controlling Plastic Pollution (Nutec Plastic) untuk mendukung negara-negara anggotanya mengintegrasikan teknologi nuklir dan teknologi turunannya dalam menjawab permasalahan limbah plastik.

Tujuan utama dari program Nutec Plastic adalah untuk meningkatkan kesadaran global atas meningkatnya jumlah timbulan dan dampak limbah plastik di lautan.

Selain itu, program ini juga bertujuan untuk meningkatkan metode produksi dan daur ulang plastik melalui penggunaan teknik radiasi sebagai komplemen atas praktek produksi yang telah ada.

IAEA meminta Indonesia untuk menjadi pilot country bagi tiga fase demonstration project Nutec Plastic, yaitu fase 1, yakni penguatan penanganan limbah plastik di sektor hilir.

Fase 2 adalah pembangunan demo plan, dan fase 3 merupakan upstreaming pemanfaatan teknologi iradiasi penanganan limbah plastik.

Menteri Siti pada saat pidato menyampaikan bahwa Indonesia sangat berkomitmen untuk mengurangi timbulan sampah plastik, termasuk sampah plastik laut.

Dia menyatakan, mulai tahun 2020 hingga 2024, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) akan mengkaji dan melakukan penelitian pengembangan komposit plastik yang terbuat dari komposit serat selulosa dan mikroplastik radio-trace serta radioekologi akuatik.

“Batan sejak lama telah berkolaborasi dengan IAEA dalam penggunaan energi nuklir untuk penggunaan damai, yang kemudian menjadikan IAEA menunjuk Batan sebagai pusat kolaborasi untuk makanan dan industri.”

“Selanjutnya, Batan akan terus mengkaji dan meneliti komposit plastik kayu dengan menggunakan serat berbasis kelapa sawit,” tutur Menteri Siti.

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) Batan juga telah menyiapkan dokumen rencana implementasi proyek Nutec Plastic sebagai dasar endorsement bagi Indonesia menjadi pilot country.

Melalui program ini diharapkan penggunaan iradiasi (polimerasi) dalam daur ulang limbah plastik dapat dikembangkan lebih lanjut melalui sektor industri pada skala ekonomi.

Hal lainnya yang disampaikan Menteri Siti dalam forum diskusi internasional tersebut adalah penguatan aturan dan regulasi untuk memastikan bahwa lingkungan yang baik dan sehat menjadi hak fundamental bagi setiap masyarakat.

Kemudian, Indonesia juga telah secara aktif terlibat dalam memastikan pengelolaan sampah plastik di banyak forum internasional, seperti dalam forum IGR-4 yang menghasilkan Deklarasi Bali tahun 2018, serta peran Indonesia dalam merumuskan Resolusi Perlindungan Ekosistem Laut dari Kegiatan Berbasis Darat pada sidang UNEA-4.

Indonesia juga telah mendirikan Regional Capacity Center for Clean Seas (RC3S) di Bali pada tahun 2019, dengan tujuan untuk mendorong penguatan inisiatif internasional untuk perlindungan ekosistem laut dari sampah plastik.

RC3S juga diharapkan dapat menjadi pusat pengetahuan internasional tentang sampah plastik di laut.