Perubahan Iklim Mengancam Sepertiga dari Produksi Pangan Global

Secara keseluruhan, 20 persen produksi tanaman dunia dan 18 persen produksi ternak terancam berada di negara-negara dengan ketahanan rendah untuk beradaptasi terhadap perubahan. Foto: Lokadata.ID
Secara keseluruhan, 20 persen produksi tanaman dunia dan 18 persen produksi ternak terancam berada di negara-negara dengan ketahanan rendah untuk beradaptasi terhadap perubahan. Foto: Lokadata.ID

TROPIS.CO, JAKARTA – Perubahan iklim diketahui berdampak negatif pada pertanian dan peternakan, tetapi hanya ada sedikit pengetahuan ilmiah tentang wilayah mana di planet ini yang akan disentuh atau risiko terbesar apa yang mungkin ditimbulkan.

Penelitian terbaru yang dipimpin oleh Aalto University menilai bagaimana produksi pangan global akan terpengaruh jika emisi gas rumah kaca tidak dikurangi.

Studi tersebut dipublikasikan di jurnal bergengsi One Earth belum lama ini.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa pertumbuhan cepat emisi gas rumah kaca yang tidak terkendali, pada akhir abad ini, dapat menyebabkan lebih dari sepertiga produksi pangan global saat ini jatuh ke dalam kondisi dimana tidak ada makanan yang diproduksi saat ini yaitu, keluar dari ruang iklim yang aman,” jelas Matti Kummu, Profesor sekaligus peneliti untuk masalah air dan makanan global dari Aalto University seperti dikutip eurekalert.org.

Menurut penelitian, skenario ini mungkin terjadi jika emisi karbon dioksida terus meningkat pada laju saat ini.

Dalam studi tersebut, para peneliti mendefinisikan konsep ruang iklim aman sebagai area dimana 95 persen produksi tanaman saat ini terjadi, berkat kombinasi tiga faktor iklim, curah hujan, suhu dan kekeringan.

“Kabar baiknya adalah bahwa hanya sebagian kecil dari produksi pangan yang akan menghadapi kondisi yang belum terlihat jika kita bersama-sama mengurangi emisi, sehingga pemanasan akan dibatasi pada 1,5 hingga 2 derajat Celcius,” kata Kummu.

Perubahan curah hujan dan kekeringan serta iklim yang memanas secara khusus mengancam produksi pangan di Asia Selatan dan Tenggara serta wilayah Sahel di Afrika.

Ini juga merupakan area yang tidak memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan kondisi yang berubah.

“Produksi makanan seperti yang kita kenal berkembang di bawah iklim yang cukup stabil, selama periode pemanasan lambat yang mengikuti zaman es terakhir.”

“Pertumbuhan emisi gas rumah kaca yang terus menerus dapat menciptakan kondisi baru, dan tanaman pangan serta produksi ternak tidak akan memiliki cukup waktu untuk beradaptasi,” kata Dr. Matias Heino, peneliti dari Aalto University.