Penyala Semangat Hidup Petani

Terapkan Pola Agroforestri

Selain ke lokasi kelola KTH Lebak Sawo, saya juga mengunjungi lokasi yang diampu oleh KTH Rumpin Indah.

Letaknya berada di Desa Rumpin, lahan seluas total 2 hektare ini dikelola bersama oleh 23 orang, termasuk tujuh petani perempuan.

KTH Rumpin Indah yang berdiri sejak Februari 2020 juga menerapkan pola agroforestri.

Tanaman kayu keras yang sudah ada di wilayah BDLHK ini, misalnya mahoni, mereka jaga dan pelihara.

Selain itu, beberapa jenis tanaman tahunan ditanam dan dipelihara, misalnya kecapi, kenari, jengkol, pete, durian dan jambu.

Semuanya mayoritas tanaman lokal. Tanaman hortikultura juga terhampar sebagai tanaman sela seperti cabai, jagung manis, terong dan kunyit sayur.

Saat datang ke lokasi di Desa Rumpin ini, saya menemui seorang petani anggota KTH Rumpin Indah yang juga sedang bekerja tidak jauh dari lokasi masuk lahan.

Saya menghampiri dan duduk berjongkok mengajaknya berbincang sejenak.

Namanya Silam, pria sepuh, berusia 67 tahun yang semangat bekerjanya masih nampak membara.

Silam berkisah, sebelum bergabung di kelompok, ia menjadi tukang atau kuli bangunan di Jakarta.

Jika tidak ada pekerjaan, ia kembali lagi ke kampungnya di Desa Rumpin tidak mengerjakan apapun.

Sejak adanya program kerja sama BDLHK Bogor dengan masyarakat, Silam bisa memiliki pilihan pekerjaan lain, yakni menjadi petani.

Dulu ia tidak bisa mengakses lahan.

Kini ia merasa bersyukur dan gembira bisa terlibat dalam kelompok.

“Saya senang karena kehidupan saya bisa terbantu,” tuturnya tersenyum.

Sembari bercerita Silam terus bekerja membersihkan gulma.

Ia juga memperlihatkan deretan tanaman terong ungu yang siap dipanen.

Cara memetik terong yang benar juga diajarkannya pada saya.

Cuplikan kisah Mang Rowi dan Silam ini tertanam di benak saya.

Apa yang dilakukan BDLHK Bogor ini telah mengajarkan saya bahwa program yang melibatkan masyarakat secara baik mampu mengangkat derajat kemanusiaan seseorang serta mampu menumbuhkan harapan dan semangat hidup bagi orang-orang kecil terpinggirkan yang selama ini tidak mampu menjangkau akses lahan untuk kehidupan yang lebih baik.

Saya teringat kata-kata Ivan, sang penyuluh kehutanan: leuweung hejo, petani ngejo.

Artinya kira-kira: hutan hijau, masyarakat bisa hidup dari hasil hutan.

Swary Utami Dewi
The Climate Reality Leader, Anggota Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial (TP2PS)