APKASINDO Beri Catatan Kritis pada PP Nomor 23 dan PP Nomor 24 Tahun 2021

Penerbitan STDB

Kedua, pada penjelasan izin usaha perkebunan yang termasuk di dalamnya STDB (Surat Tanda Daftar Budi Daya) disebutkan bahwa izin usaha di bidang perkebunan tersebut dikeluarkan saat dimulainya kegiatan usaha perkebunan tersebut.

Terkait kalimat “dikeluarkan saat dimulainya kegiatan usaha perkebunan tersebut”, APKASINDO meminta dibuat pengecualian di dalam Peraturan Menteri LHK bagi para petani sawit sebab ketentuan pembuatan STDB baru terbit pada tahun 2013 melalui Permentan 98 tahun 2013, dan juknisnya melalui Surat Dirjenbun Nomor 105/Kpts/Pi.400/2/2018 tentang Pedoman Penerbitan STDB, sedangkan perkebunan kelapa sawit rakyat sudah ditanam jauh sebelum regulasi itu terbit.

“APKASINDO mendorong Peraturan Menteri yang akan diterbitkan mengakomodir STDB yang akan diterbitkan kemudian sebagai salah satu Perizinan Berusaha sepanjang STDB tersebut diterbitkan untuk menjelaskan keberadaan kebun sawit yang sudah eksisting.”

“Dengan demikian para petani sawit yang kebunnya sudah terbangun sebelum terbitnya UU Cipta Kerja tetap dapat memperoleh STDB dan oleh karenanya dinyatakan sebagai pelaku usaha yang memiliki Perizinan Berusaha,” jelas Gulat.

Ketiga, Pada mekanisme memiliki Perizinan Berusaha, prinsipnya petani sawit yang melaksanakan kegiatan perkebunan di areal yang diklaim sebagai kawasan hutan tidak mengambil hasil hutan melainkan mengambil manfaat dari pohon sawit, sehingga kurang tepat Petani diminta membayar PSDH-DR yang merupakan pungutan dari hasil hutan dan/atau hasil usaha yang dipungut dari hutan negara.

“Karena jelas petani tersebut tidak pernah memanfaatkan kayu baik untuk dijual atau tujuan penghasilan lainnya,” paparnya.