Integrasi Sawit dan Sorgum Jadi Tambahan Pendapatan untuk Petani

Melalui integrasi sawit-sorgum pada peremajaan sawit baik di lahan rakyat maupun perusahaan, diyakini dapat berkontribusi pada ketahanan dan kemandirian pangan nasional, karena setidaknya akan tersedia potensi lahan bisa ditanami seluas 650.000 hektare per tahun. Foto: GAPKI
Melalui integrasi sawit-sorgum pada peremajaan sawit baik di lahan rakyat maupun perusahaan, diyakini dapat berkontribusi pada ketahanan dan kemandirian pangan nasional, karena setidaknya akan tersedia potensi lahan bisa ditanami seluas 650.000 hektare per tahun. Foto: GAPKI

TROPIS.CO, JAKARTA – Penanaman sorgum sebagai tanaman sela pada peremajaan sawit rakyat (PSR) berpotensi menunjang ketahanan pangan bagi petaninya.

Tak hanya bernilai ekonomis, sorgum juga memberikan mafaat bagi tanaman sawitnya, karena sorgum memiliki kandungan

Fungi mikoriza arbuscular (FMA) yang dikenal sebagai makanan bagi tricoderma atau musuh alami ganoderma yang merusak tanaman sawit.

“Hal ini diyakini dapat menguntungkan petani sawit yang memanfaatkan sorgum sebagai tanaman sela semusim tanpa menggangu tanaman induknya,” ungkap Direktur Utama Pinang Group Kacuk Sumarto.

“Kesesuaian tanaman sangat penting agar tidak saling mengganggu.”

“Melalui integrasi sawit-sorgum pada peremajaan sawit baik di lahan rakyat maupun perusahaan, diyakini dapat berkontribusi pada ketahanan dan kemandirian pangan nasional, karena setidaknya akan tersedia potensi lahan bisa ditanami seluas 650.000 hektare per tahun.”

“Dengan demikian tidak perlu membuka lahan baru untuk membangun food estate,” kata Kacuk Sumarto pada panen sorgum dan jagung sebagai tanaman sela peremajaan sawit di Kebun Mendaris, Paya Pinang Group, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (22/11/2020).

Sejak tahun 2019, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Cabang Sumatera Utara bekerja sama dengan Paya Pinang Group dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah mengembangkan integrasi ini, di beberapa kebun dalam lingkungan Paya Pinang Group.

Diah Y Suriadiredja dari Yayasan Kehati sangat mengappresiasi program ini sebagai bagian dari upaya konservasi lahan.

Dia mengungkapkan dengan memperhatikan unsur kekayaan hara, tidak sejengkalpun lahan yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi.