KLHK dan Kemlu Latih ASN Muda Jadi Negosiator Bidang Perubahan Iklim

Generasi muda ASN memiliki kapasitas untuk mewakili Indonesia dalam menegosiasikan kepentingan Bangsa terkait perubahan iklim di tingkat global. Foto: KLHK
Generasi muda ASN memiliki kapasitas untuk mewakili Indonesia dalam menegosiasikan kepentingan Bangsa terkait perubahan iklim di tingkat global. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Sebanyak 30 Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengikuti Pelatihan Tingkat Dasar untuk menjadi negosiator bidang perubahan iklim sejak tanggal 2 hingga 6 November 2020.

Program ini dikembangkan agar generasi muda ASN memiliki kapasitas untuk mewakili Indonesia dalam menegosiasikan kepentingan Bangsa terkait perubahan iklim di tingkat global.

Indonesia saat ini tengah memperjuangkan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dan hingga 41 persen pada tahun 2030 sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada Perjanjian Paris terkait Perubahan Iklim.

Wakil Menteri LHK Alue Dohong pada saat membuka pelatihan ini menyatakan bahwa program peningkatan kapasitas negosiator ini sangat penting.

Hal tersebut dikarenakan dinamika politik bidang perubahan iklim di perundingan internasional semakin dinamis menuntut para negosiator untuk dinamis pula dalam menyikapi perubahan yang sangat cepat tersebut.

Oleh karena itu, Alue Dohong memandang perlunya penguatan kapasitas para ASN untuk menjadi negosiator dalam perundingan internasional.

“Saya melihat pelatihan negosiator ini sangat penting, karena memiliki kemampuan bidang teknis dan informasi yang kuat saja tidak cukup.”

“Informasi dan data yang kuat perlu dikomunikasikan sebagai scientific based information yang digunakan dalam perundingan,” ungkap Alue Dohong.

Dia kemudian berharap agar para negosiator Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam setiap perundingan internasional terkait perubahan iklim.

“Saya ingin para negosiator Indonesia tidak menjadi pengikut saja, tapi turut mewarnai dalam pengambilan keputusan dalam perundingan karena Indonesia sebagai salah satu pemilik kawasan hutan tropis, hutan mangrove dan lahan gambut yang terbesar di dunia, kita harus menjadi drivers, bukan followers!” tutur Alue Dohong.