Produksi Naik, Pasar Domestik Jadi Harapan

Nilai Ekspor Turun

Mukti menyatakan bahwa nilai ekspor produk minyak sawit pada bulan Agustus adalah US$1.697 juta yang lebih rendah dari nilai ekspor bulan Juli yang mencapai US$1.868.

Nilai ekspor tersebut tercapai pada harga rata-rata bulan Agustus CPO US$703/ton cif Rott dan bulan Juli US$659/ton.

Secara volume, ekspor bulan Agustus adalah 2.683 ribu ton yang lebih rendah dari pencapaian bulan Juli yaitu sebesar 3.129 ribu ton.

“Penurunan volume ekspor ini diduga selain karena pengaruh Covid-19 yang belum mereda, juga karena kenaikan harga minyak sawit yang menyebabkan perbedaannya harga dengan minyak nabati lain, terutama minyak kedelai, menjadi lebih kecil sehingga sebagian pengguna beralih ke minyak lain atau importir menunggu perubahan harga,” ungkapnya.

Menurut tujuannya, ekspor ke India pada Agustus turun 200 ribu ton (-36,4 persen) sedangkan ekspor ke Tiongkok turun hanya 11 ribu ton (-1,7 persen), tetapi secara Year on Year (YoY) ekspor ke India 2020 hampir 600 ribu ton lebih tinggi dari 2019 sedangkan ke Tiongkok hampir 2 juta ton lebih rendah.

Penurunan ekspor yang besar lainnya adalah ke Timur tengah hampir 100 ribu ton (-36,13%) yang secara YoY turun 11 persen.

Menurut jenis produknya, ekspor ekspor CPO turun 46 ribu ton, olahan CPO turun 142 ribu ton, laurik turun 58 ribu ton sedangkan oleokimia masih naik dengan 5 ribu ton.

“Secara YoY sampai dengan Agustus, total volume ekspor 2020 sekitar 11 persen lebih rendah dari 2019 dengan kontributor penurunan utama adalah ekspor produk olahan CPO (-16,1 persen),” ungkapnya.

Baca juga: Cegah Penularan Covid-19, Pekebun Sawit Harus Displin Patuhi Protokol Kesehatan

Walau begitu, Mukti menilai, tren naik produksi yang bersamaan dengan tren kenaikan harga menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan devisa melalui ekspor produk sawit.

Mengingat ekspor ke Tiongkok sampai dengan Agustus (YoY) adalah 37 persen lebih rendah dari tahun lalu dan Tiongkok adalah negara yang sudah pulih dari Covid-19, sehingga ada peluang yang besar untuk mengejar ketertinggalan ekspor ke Tiongkok dari tahun lalu.

“Kenaikan konsumsi untuk pangan dan oleokimia dua bulan terakhir memberikan harapan kepulihan konsumsi dalam negeri,” pungkas Mukti. (*)