Dewan Minyak Sawit Malaysia Kecam Laporan Bias oleh Ahli Biologi Eropa

Lestarikan 50 Persen Kawasan Hutan

Sejak KTT Rio tahun 1992, Malaysia telah berkomitmen untuk melestarikan setidaknya 50 persen kawasan hutannya.

“Persentase ini jauh lebih banyak daripada banyak negara Eropa dan kami terus berusaha membuatnya lebih berkelanjutan, tidak hanya melalui RSPO berorientasi bisnis ke bisnis sukarela tetapi juga mewajibkan sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia (MSPO),” ungkapnya.

MSPO, menurut Parveez, berlaku untuk semua perkebunan, termasuk petani kecil, dan membuat sertifikasi wajib tidaklah mudah mengingat biaya kepatuhan dan hambatan dari petani kecil untuk mengubah cara mereka beroperasi.

“Tapi pemerintah, dari pemerintahan sebelumnya hingga sekarang, berkomitmen untuk memastikan kepatuhan dan telah mengalokasikan banyak sumber daya untuk ini.”

“Minyak sawit adalah yang paling produktif di antara minyak nabati dan dapat menghasilkan hasil hingga 10 kali lebih banyak daripada tanaman biji minyak lainnya seperti rapeseed, kedelai, zaitun dan bunga matahari yang diproduksi oleh negara-negara Barat,” paparnya.

Baca juga: Serapan Biodiesel Nasional Semester 1 Capai 4,36 Juta Kiloliter

Parveez mengatakan kritik terhadap minyak sawit hanya mencoba mendiskreditkan upaya yang dilakukan untuk memastikan bahwa minyak sawit lebih berkelanjutan.

Ia menilai bahwa minyak sawit adalah satu-satunya tanaman yang menjalani standar dan pengawasan tinggi, baik secara lokal maupun internasional.

“Kami terus meningkatkan keberlanjutan kelapa sawit, tetapi setiap kali kami melakukannya, kritik kami akan tetap mengatakan kami tidak melakukan hal yang benar.”

“Namun, mereka tidak mempertanyakan seberapa lestari bertahan dengan minyak rapeseed, kedelai, zaitun dan bunga matahari,” pungkas Parveez. (*)