Antisipasi Karhutla di Masa Pandemi

Rentannya hutan dan lahan Indonesia terhadap api, pencegahan dan pengendalian sudah tentu harus selalu dilakukan. Foto: KLHK
Rentannya hutan dan lahan Indonesia terhadap api, pencegahan dan pengendalian sudah tentu harus selalu dilakukan. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kerap terjadi di Indonesia, utamanya di musim kemarau.

Dampaknya selain menghancurkan ekosistem, ladang dan kebun masyarakat banyak yang habis dilalap api.

Asap yang ditimbulkan juga mengganggu kesehatan. Tercatat beberapa kali Indonesia mengalami kebakaran hutan dan lahan yang besar, misalnya tahun 1997.

Tahun itu terjadi karhutla yang sangat besar di Sumatera dan Kalimantan yang berdampak sangat parah dan salah satunya efek asap ke negara-negara tetangga, bahkan hingga ke Australia.

Menurut laporan Kementerian Lingkungan saat itu (1998), Karhutla tahun 1997 menghancurkan sekitar 383.870 hektare hutan dan lahan.

Ribuan orang di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur harus dirawat di rumah sakit karena infeksi gangguan pernapasan (lihat tirto.id, 19 September 2019).

Pendeknya, tidak terhitung kerugian ekologis, sosial dan ekonomi karena Karhutla.

Mengingat rentannya hutan dan lahan Indonesia terhadap api, pencegahan dan pengendalian sudah tentu harus selalu dilakukan. Bagaimana di masa pandemi ini?

Api, tentu saja, tidak mengenal pandemi, maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di masa pagebluk ini terus melakukan aktivitas terkait.

Salah satunya peningkatan ketrampilan para pihak, khususnya masyarakat setempat, dalam pencegahan dan penanggulangan api dan judul pelatihan kali ini adalah Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan bagi Masyarakat Peduli Api (MPA) Berkesadaran Hukum.

Kegiatan ini digelar pada 4-8 Agustus 2020 dan merupakan kerja sama Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) dan Direktorat Jendral Penanggulangan Perubahan Iklim (Ditjen PPI).