Rendahnya Kreativitas Pemimpin, Hancurkan Wibawa Pemerintahan Lokal

Tanaman hortikultura berupa buah buahan sejatinya bisa dijadikan suatu aklternatif pengembangan ekonomi masyarakat yang sangat potensial. Namun sayang potensi ini kurang menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Penulis bersama Datuk Safari Ans, di lokasi pertanian hortikultura yang dikembangkan penulis di kelapa kampit, Belitung, sejak awal provinsi babel berdiri. Sebagai bentuk komitmen seorang pendiri provinsi agar negeri tidak tergabntung pada tambang.

TROPIS.C0, JAKARTA – Alasan perut telah menjadi peyebab, penambang merambah kawasan hutan lindung mangrove dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Manggar serta Kelapa Kampit Belitung Timur dan di sejumlah wilayah lain di kawasan Bangka Belitung dan gambaran ini sudah berlangsung lama.

Ironisnya, pemerintah lokal seperti tidak berkutik dibuatnya.

Ditertibkan hari ini, besok muncul lagi sehingga mengesankan kuat bahwa perambahan itu, tidak berdiri sendiri.

Artinya, bukan hanya keinginan individu masyarakat, melainkan ada pihak pihak lain yang mensuport.

Baik dalam hal permodalan maupun dalam perlindungan hukum  atas tindakan pelanggaran yang mereka lakukan sehingga alasan “perut” sangat sulit diterima nalar.

Ucapan “cari makan” hanya sebagai alasan  belaka. Walau memang, bagi mereka buruh tambang, alasan untuk makan, bisa dibenarkan. Sebab menambang memang mata pencaharian utama mereka.

Namun persoalan perambahan kawasan lindung, hutan produksi, dan Daerah Aliran Sungai, Lindung pantai berupa kawasan bakau atau mangrove, dapat dipastikan bukan semata didasari keinginan buruh tambang.

Tapi sangat diyakini ini,lebih didorong oleh kehendak pemilik modal.  Dan juga, sulit dibantah, bahwa di balik itu, ada unsur “pengaman”

Andaikata “urusan perut” bisa dibenarkan, lantas sejauh itukah parahnya ekonomi Belitung Timur, khususnya Provinsi Bangka Belitung pada umumnya. Sehingga mengesankan, bila tidak menambang timah, maka tidak makan.

Kalau benar begitu kenyataannya, lalu apa yang dikerjakan pemimpin lokal, Bupati, wakil Bupati,  DPRD Belitung Timur, atau Gubernur, Wakil Gubernur, DPRD Provinsi – yang telah diamanahkan oleh masyarakat untuk membangun daerah.  Peran bupati,  gubernur dan DPRD, bukan sebatas menjalankan pemerintahan. Melainkan,  mengembangkan daerah agar lebih maju dan rakyatnya makmur sejahtera.

Bukankah itu yang diamanahkan para pejuang pendiri provinsi. Bahwa keinginan masyarakat Bangka Belitung “bercerai” dengan  daratan, dan kemudian memekarkan sejumlah daerah, dari 3 daerah tingkat II hingga menjadi  7 daerah tingkat II, termasuk

Lantaran tidak kreativ dan kurangnya kemampuan menggali potensi daerah, hingga seakan tambang adalah hidup mati masyarakat, sehingga huytan lindung bakaupun harus dirambah. Lokasi perambahan di kawassan lindung bakau di laut Selindang kelapa Kampit.

Belitung Timur, sebagai salah satu kabupaten pemekaran, adalah untuk mempercepat, sekali lagi, mempercepat kesejahteraan rakyatnya.

Dengan daerah otonom sendiri, baik Provinsi Bangka Belitung maupun kabupaten pemekaran, bisa lebih leluasa menggali berbagai potensi sumberdaya alam dan sumberdaya masyarakat. Dengan pelayanan yang lebih baik, ekonomi biaya rendah, tidak birokratis, keamanan kondusif dan aparatur yang jujur tidak korup, para pejuang pendiri provinsi bermimpi, bahwa income perkapita masyarakat Bangka Belitung, paling tidak mendekati income perkapita penduduk Singapura.

Tentu sebagai pejuang provinsi, saya tidak bermimpi di siang bolong atas suatu target ini.  Argumentasi ini sempat saya lontarkan kepada anggota DPRRI, sebagai alasan mengapa Babel harus pisah dengan daratan. Bahkan,  cita cita inipun, juga saya lontarkan  sebagai alasan kepada Rosihan Arsyad, Gubernur Sumatera Selatan, di ruang  VIP Komisi II DPRRI, Gedung DPRRI Senayan.

Kala itu,  Gubernur  Sumsel, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Sulawesi Selatan dan Gubernur Riau, memang sengaja diundang oleh Komisi II DPR-RI, dalam rangkaian DPR menyampaikan  aspirasi masyarakat, berkaitan dengan keinginan memekarkan wilayahnya menjadi provinsi  atau daerah otonom sendiri.  Dan  Gubernur  Rosihan Arsyad hadir memenuhi undangan Komisi II dalam acara rapat dengar pendapat.

Kembali pada cita cita tadi, tentu saya juga tidak berkhayal. Bahkan dengan lugasnya saya menjawab, pertanyaan  Ferry Mursidan  Baldan, kala itu Wakil Ketua Komisi II, “bahwa kalian yakin bisa berkembang dan maju, sementara komoditas timah yang menjadi andalan ekonomi Bangka Belitung, kandungannya kian menipis dan tidak berapa lama lagi habis.  Lalu  masyarakat Bangka Belitung mau makan apa?”