WHO Tidak Fair dan Disusupi Kepentingan Antisawit

Masyarakat Papua berhak sejahtera dan jika masyarakat memilih perkebunan sawit tidak ada pihak manapun yang boleh mengganggu. Foto: TROPIS.CO/Jos
Masyarakat Papua berhak sejahtera dan jika masyarakat memilih perkebunan sawit tidak ada pihak manapun yang boleh mengganggu. Foto: TROPIS.CO/Jos

TROPIS.CO, JAKARTA – Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Tan Sri Datuk Dr. Yusof Basiron mengungkapkan bahwa industri sawit masih memiliki hambatan besar di pasar Eropa.

Kampanye negatif mengenai industri kelapa sawit tidak hanya gencar di berbagai media, namun organisasi-organinasi Internasional pun disinyalir telah disusupi oleh kepentingan kampanye antisawit melalui berbagai isu.

Seperti yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization), baru-baru ini salah satu kantor cabangnya yakni regional untuk wilayah Mediterania Timur (EMRO) dan Eropa mengeluarkan infografis yang berjudul “Nutrition Advice for Adults During Covid-19”.

Dalam infografis yang dimuat di website resmi hingga media sosial WHO regional tersebut berisikan anjuran kepada masyarakat khususnya orang dewasa untuk menghindari makanan lemak jenuh selama pandemi, termasuk diantaranya minyak sawit.

Baca juga: Investasi Industri Sawit Indonesia Terganjal Kampanye Negatif

“Besar kemungkinan ini dilakukan dengan sengaja sebagai bagian dari kampanye antisawit.”

“WHO tidak memiliki basis ilmiah yang mampu mengungkapkan bahwa kelapa sawit itu berbahaya,” ujar Yusof Basiron dalam #INAPalmOil Talkshow yang digagas Forum Komunikasi Sawit yang diadakan secara online, Rabu (20/5/2020).

Pada kesempatan yang sama Direktur Perdagangan, Komoditas dan Kekayaan Intelektual Kementerian Luar negeri (Kemenlu), Hari Prabowo menyayangkan tindakan WHO yang telah mengaitkan secara langsung antara nasehat yang sifatnya umum dengan konteks khusus do’s and don’t’s di tengah pandemi.

Kesalahan ini menggiring opini seolah-olah jika mengkonsumsi produk tertentu dapat meningkat resiko tertularnya Covid-19.

Hari pun mengungkapkan infografis anjuran tersebut dikeluarkan oleh kantor regional untuk wilayah Mediterania Timur yang mencakup Timur Tengah, Afrika Utara, Yunani, Italia atau bisa dibilang negara-negara dengan konsumen minyak olive oil yang tinggi.

Konten serupa juga ditemukan di kantor regional WHO untuk wilayah Eropa sehingga infografis tersebut beredar di wilayah-wilayah yang menjadi kompetitor terbesar kelapa sawit di pasar komoditas minyak nabati dunia.

“Kami sudah melayangkan surat keberatan kepada WHO Indonesia dan mendorong perwakilan di Jenewa untuk menyampaikan concern yang sama dengan menyertakan bukti-bukti ilmiah” Tegas Hari.

Secara Ilmiah, Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST) Nuri Andarwulan menyebutkan, informasi yang dikeluarkan oleh kantor regional WHO mengabaikan berbagai sumber-sumber ilmiah yang membuktikan manfaat kesehatan minyak kelapa sawit, terutama kaitannya dengan imunitas tubuh.

“Sumber pada infografis WHO tersebut berasal dari artikel yang dipublikasikan pada tahun 2014 yang berjudul “The Palm Oil Industry and Non Communicable Disease” yang menyebut jika sawit meningkatkan resiko penyakit cardiovascular dan tingkat LDL cholesterol atau kolesterol jahat di dalam tubuh.”

“Namun ini merupakan penelitian yang sudah kadaluarsa karena dalam artikel yang sama, tercantum sembilan artikel dari jurnal internasional yang menyatakan sebaliknya.

“Jadi WHO tahu kalau itu sudah terbantahkan,” tegas Nuri.

Nuri menjelaskan, informasi dari flyer tersebut menjadi rancu dan menyesatkan karena seakan-akan dilarang dan dianjurkan padahal belum ada bukti ilmiah yang valid akan keterkaitan keduanya, justru lemak jenuh maupun tidak jenuh keduanya diperlukan secara seimbang dalam tubuh manusia.

Selain itu, minyak kelapa sawit mengandung asam palmitate yang merupakan lemak jenuh.

Baca juga: Perlu Strategi Diplomasi Hukum dan Investasi untuk Perang Dagang Sawit Jangka Panjang

Asam palmitate berfungsi sebagai surfactant alveoli dan memberikan perlindungan pada paru-paru yang sehat.

Selain Kemenlu, SEAFAST bersama dengan masyarakat perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) dan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) telah melayangkan surat keberatan kepada kantor WHO dan telah ditanggapi dengan merevisi infografis tersebut dan mengunggahnya di website resmi WHO EMRO.

Namun infografis sebelumnya telah beredar luas di masyarakat melalui media sosial dan merugikan industri kelapa sawit. (*)