Bila Penyuluh Berkisah Soal E-Learning Perhutanan Sosial

Semangat mengikuti Diklat Perhutanan Sosial melalui e-learning di kalangan kelompok tani hutan sangat tinggi, tapi mereka terbentur dengan sinyal komunikasi yang tidak stabil dan lambat. Foto: Istimewa
Semangat mengikuti Diklat Perhutanan Sosial melalui e-learning di kalangan kelompok tani hutan sangat tinggi, tapi mereka terbentur dengan sinyal komunikasi yang tidak stabil dan lambat. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA- Membaca kisah para pendamping dalam memotivasi dan menenami kelompok tani hutan binaan mereka saat mengikuti e-learning Pelatihan Program Perhutanan Sosial Pasca Izin (P3SPI), membuat saya tersenyum dan tertawa sendiri, di samping ada haru dan bangga.

Betapa tidak ! Mari kita simak apa yang dituturkan Urip Ashari, S.Hut. Dia penyuluh kehutanan tingkat ahli di UPTD KPHP Kerinci Unit I. Tanggung jawabnya membina Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Gunung Puo di Kabupaten Kerinci, Jambi.

Kata dia, ini pembalajaran baru; baik bagi pendamping maupun masyarakat tani. Sungguh sangat asing bagi kami semua.  Jangankan mengikuti, mendengarkan istilah e-learning pun, sangat jarang. Terlebih bagi masyarakat tani anggota kelompok tani hutan.

Mungkin ada yang familiar. Namun itu sedikit sekali. Saya sendiri nyaris tak pernah dengar istilah itu.  Itu tadi, jangankan mengikuti, nomor watsaap saja, saya tak punya.  Ya..bagaimana mau punya nomor, HP saja saya tak punya. Karenanya, agar bisa mengikuti program ini, saya pinjam HP  istri, agar bisa bergabung menjadi anggota group.

Tapi ini ternyata juga tak mudah. Istri merasa tak nyaman, lantaran banyak pesan masuk, tapi bukan pesan buatnya. Namun apa lagi hendak dikata, karena memang begitulah keadaan dan kondisinya, terus dilakoni hingga kegiatan pelatihan melalui E-Learning berlangsung.

Itu baru satu contoh yang dituturkan  Urip. Saat kegiatan mulai berlangsung, lain lagi ceritanya. Lantaran di sekitar rumah tak ada sinyal, hingga harus ngungsi di rumah kerabat  yang lokasinya berjauhan dan sinyalnya full.

Selamat Wahyudi menilai, pada gelombang pertama memang masih menemui masalah, gelombang berikutnya lancar

Pada hari pertama, yang punya rumah sudah oke. Rumah sudah terbuka lebar untuk 6 orang anggota kelompok. Tak ada masalah, berjalan mulus hingga materi terakhir, sore hari. Semua kembali ke rumah masing-masing, istirahat dan mempersiapkan esok harinya.

Keesokan harinya, hari kedua, sejak pagi sudah berangkat menuju ke rumah yang kemarin. Maklum agenda kegiatan dimulai  pukul 8.00 pagi hari. Tapi siapa sangka, saat tiba di rumah itu, pintu rumah masih tutup, yang empunya masih tertidur lelap. Mungkin kelelap seusai sahur dan sholat Subuh.

Namun tidak ada pilihan lain, kecuali mengetok pintu, membangunkan yang punya rumah. Memang sedikit lama. Tapi kemudian sang punya rumah terbangun. Sembari berucap maaf, kami masuk dan mempersiapkan mengikuti pelatihan kedua.

Besoknya kami pindah pada lokasi yang tak berjauhan, dan sinyalnya oke. Maklum, kami merasa tak enak, sungkan kepada pemilik rumah. Lantaran rumahnya kita tumpangi,  pemilik rumah tak bisa bepergian, hingga  aktivitasnya terganggu.

Ya.. kami menumpang di garasi mobil di dekat tower telekom. Karena dekat tower, tentu soal sinyal pasti mantap. Kegiatan e-learning hari ketiga dan keempat, kami ikuti dengan penuh keasikan. Ikut pelatihan, menggali ilmu di balik sinar mentari pagi. Segar dan penuh semangat.

Soal penyiapan materi latihan, tidak ada masalah.  Semua materi;  bahan  bahan pertemuan, termasuk modul dan PPT, sudah saya siapkan sejak malam. Semua dalam bentuk print, sebab ada anggota kelompok yang kurang pas menggunakan HP dan laptop.

Selama empat hari kegiatan itu,  sejak pagi saya berusaha lebih awal datang ke lokasi pertemuan. Ini untuk lebih memastikan agar semua bisa hadir. Keterbatasan pengetahuan  dari anggota kelompok, hingga  saya harus lebih aktif.

Persoalan sinyal tampaknya memang menjadi kendala dalam pelaksanaan e-learning Perhutanan  Sosial pada priode pertama ini. Karena ketiadaan sinyal di desanya, hingga kemudian Johan Wibowo, penyuluh kehutanan tingkat ahli – yang juga pendamping  Lembaga Pengelola Hutan Desa atau LPHD, Pemandang Rokan Hulu, terpaksa setiap hari harus ke kantor KPH Rokan untuk mengikuti latihan.

Padahal jarak dari desanya relative jauh. Butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan. Dan itupun bukan hanya dilakukan Johan, tapi juga anggota lainnya.

Pun halnya seperti yang diceritakan Beni Rahmat. Penyuluh kehutanan tingkat ahli,  UPTD KPH Wilayah III Banyu Asin, Sumatera Selatan ini. Sarjana Kehutanan yang sudah tahunan mengabdikan diri sebagai penyuluh kehutanan, terpaksa menggiring anggota kelompok binaannya, KTH Rimau Jaya ke desa tetangga. Pasalnya, itu tadi, sinyal di desanya,  cenat cenut.

Bagi anggotanya, ternyata tak masalah. Pun bagi seorang wanita, anggota kelompoknya – yang mengikuti pelatihan sembari mengasuh bayi. Semua senang dan mengakui, program pelatihan melalui E-Leaning, suatu pengalaman baru yang mungkin tak terlupakan.

Serius tapi santai, bahwa ada yang sambil mengasuh anak, E Learning menjadi pengalaman baru bagi pelaku pengembang Perhutanan Sosial

Walau memang  pada awalnya, diakui Beni, mereka seperti  tidak Percaya Diri, bahwa bakal mampu mengikutinya.  “ Eee..nyatanya bisa dan lancar, tanya kapan lagi ada kegiatan ini,”ujar Beni rachmat.

“Waduuuh .. mereka sangat senang pak,”jawab  Abdur Rahman  Saleh.  “Mereka bisa bertatap muka dengan pejabat kementerian, walau di hari pertama Diklat, mereka seperti tak yakin bisa mengaplikasikan zoom,”tambah penyuluh kehutanan tingkat ahli di Muara Enim, Sumsel ini.

Karenanya, lanjut  Abdurahman, seusai kegiatan hari pertama,  para petani itu, saya ajak ke kota untuk belajar langsung aplikasi zoom dan tata cara diklat. “ Dan Alhamdulillah di hari kedua, mereka semuanya bisa,”kata  penyuluh yang juga pendamping, Kelompok Usaha Perhutanan  Sosial – KUPS,  Mudah Sepakat Kabupaten Muara Enim.

Hanya memang,  diakui Abdurahman, kendala yang dihadapi, di desa mereka, tidak ada sinyal. Sehingga terpaksa ngungsi ke desa terdekat. “Jarak memang tidak terlampau jauh, hanya sekitar 30 menit, mengendarai sepeda motor,”ujarnya.

Namun secara keseluruhan dari empat hari mengikuti Diklat melalui E-Learning, anggota kelompok binaannya,merasakan besar manfaatnya. Materi yang disampaikan,adalah  persoalan dasar yang selalu mereka hadapi di lapangan. Dengan bisa bertatap muka langsung dengan penentu  keputusan dari Kementerian LHK, persoalan itu ada solusinya.

“ Jujur ini bermanfaat banget bagi kami semua, bukan hanya petani tapi juga teman teman penyuluh kehutanan, karenanya kalau memungkinkabn, program seperti ini bisa terus dilaksanakan, minimal 2 kali dalam setahun, dan kalau mungkin ada slot khusus petani,”kata Abdurahman.

Sungguh membanggakan dan mengharukan memang bila kita menyimak penuturan kalangan penyuluh kehutanan tingkat ahli ini.  Tentu, sebagai  salah seorang  Widyasiswara di  di Balai Diklat LHK Pekanbaru, pun turut semangat.  Peserta yang nota bone ada yang belum pernah bersentuhan dengan teknologi informasi terkini, khususnya menggunakan aplikasi ZOOM Meeting, kini mereka mampu mengaplikasikannya.

Mereka, kemudian bisa  masuk ke Learning Management System (LMS) Pusdiklat LHK. Kemudian,  men- download, dan meng-upload materi pembelajaran dan tugas-tugas Catatan Belajar Mandiri. Lalu berkomunikasi dengan fasilitas whatsapp, hingga kemudian menjadikan pelatihan ini multi output.

Dalam kurikulum dan silabus yang berlaku,  sesuai Surat Keputusan Kepus Diklat SDM LHK Nomor: SK.64/2020 tentang Kurikulum Pelatihan Pendamping Program Perhutanan Sosial Paska Izin, tujuan dari pelatihan ini adalah menggulirkan aktivitas perhutanan sosial sekaligus mensosialisasikan mitigasi atau dampak Covid-19 kepada kelompok masyarakat.

Setidaknya ada 7 sasaran utama yang hendak dicapai dari kebijakan itu.  Dan ini  diantaranya; Mampu menjelaskan prakondisi petani hutan. Menjelaskan panduan role model pendampingan PSKL. Menjelaskan Pendampingan Tahap Awal.

Berikutnya,  mampu menjelaskan Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan hutan dan lingkungan. Menjelaskan kerja sama berkaitan akses modal dan akses pasar. Menjelaskan pengelolaan pengetahuan dan terakhir, menjelaskan monitoring dan evaluasi perhutanan social.

Namun di balik itu juga, target sasarnya,  menjadikan peserta melek teknologi informasi. Siap mengikuti perkembangan zaman dengan merdeka belajar dan masuk pada keadaan baru  atau The New Normal. Di mana dalam the new normal, menuntut adanya suatu perubahan kehidupan normal baru, termasuk penggunaan teknologi informasi.

Artinya, kini dan ke depan, petani di sekitar kawasan hutan, terlebih mereka anggota KTH, penggunaan IT melalui suatu pembelajaran dalam jaringan (daring), yang selama ini belum pernah bersentuhan dengan teknologi tersebut,  menjadi suatu keharusan.

Khusus di Badan Diklat Pekanbaru, dari 3 gelombang pelaksanaan Diklat menggunakan  E –Learning, dapat dikatakan semua berjalan lancar.  Hampir tak ditemukan permasalahan yang sangat krusial. Berbagai kecanggungan pada gelombang pertama, kemudian menjadi baik pada gelombang kedua.  Dan jauh lebih baik lagi pada gelombang ketiga.

Sebagai contoh dalam hal penggunaan LMS. Belajar dari pembelajaran Gelombang I, maka pada Gelombang II, semua sudah mulai paham, kepanitian, susunan pengajar/narasumber/widyaiswara, dan kemampuan menggunakan aplikasi ZOOM Meeting dan LMS Pusdiklat menjadi lebih baik. Termasuk juga,  penggunaan LMS Pusdiklat untuk mengirimkan tugas mandiri. Pada gelombang berikutnya jauh lebih baik.

Dalam pola pembelajaran,  teknik penyampaian  materi, chemistery belajar mengajar pun berkembang. Sehingga, proses belajar mengajar   secara kolaboratif di ruang maya bersama narasumber, berjalan santai tapi serius.

Sebuah belajar bersama yang menarik, kata Akang Rakhmat Hidayat dari Pokja Percepatan Perhutanan Sosial (tim WRI Indonesia), adalah “sebuah kolaborasi dengan hati”, belajar sepanjang hayat. Petani-patani di tepian hutan yang hampir tidak pernah terjamah teknologi “canggih” menjadi diperhatikan melalui elearning ini, padahal merekalah ujung tombak penentu keberhasilan program perhutanan sosial.

Adanya  E-Learning ini, kian meningkatkan pemahaman tentang tata kelola perhutanan sosial bagi para petani pengelola KPS. Bila sebelumnya mendapatkan informasi beragam, kini pemahaman terhadasp misi dasar program Perhutanan  Sosial, kian mendekati persamaan.

Slamet Wahyudi
Widyaiswara BDLHK Pekanbaru