Makna di Balik Motif Anyaman Bambu Suku Rejang

Mulyadi menyingkap makna di balik motif anyaman bambu Suku Rejang. Foto: Istimewa
Mulyadi menyingkap makna di balik motif anyaman bambu Suku Rejang. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Belum lama ini tepatnya tanggal 12 Februari 2018,  saya bersama tim Ahli Gubernur Bengkulu yaitu Bapak DR. Ir. Syafrin Tyaib, MSc dan DR. Ir. Harmen Malik, MSc, Dinas Perindustrian Propinsi Bengkulu Bapak Agus,  serta Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Kepahiang Bapak Badiana berkesempatan mengunjungi para pengrajin Bambu di Kabupaten Kepaahiang.

Kelompok pengrajin pertama yang kami datangi adalah kelompok Karang Taruna “Generasi Emas” Kelurahan Dusun Kepahiang. Karang Taruna ini di ketua oleh anak muda bernama Angga.

Kelompok ini membuat kerajinan berupa lampion. Bahan bakunya dari Bambu Betung yang berukuran besar. Bahan-bahan ini mereka ambil dari pinggir sungai Musi yang kebetulan banyak ditumbuhi bamboo jenis ini.

Bambu ini disukai karena kuat, besar dan bila diamplas licin. Mereka membuat lampion dengan berbagai motif mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. Namun sayangnya,  mereka belum menyelesaikan satu buah lampupun karena terkendala alat dan bahan.

Hasil karya mereka sangat bagus dan mempunyai nilai seni yang tinggi. Dalam kesempatan itu tim Ahli Gubernur menawarkan kepada Kelompok Karang Taruna ini untuk memajang hasil kerjanya di outlet atau stand di Kilometer 9 Bengkulu.

Disamping itu juga disarankan agar para pemuda membuat lampion yang simple sehingga dapat dipacking dengan ukuran yang kecil dan ringan. Namun jika mengalami hambatan dalam permodalan, alat dan pemasaran dapat mengajukan ke instansi terkait.

 

Motif matei ponoa (Mata burung punai

Kelompok Pengrajin selanjutnya yang kami datangi adalah kelompok ibu-ibu lanjut usia yang membuat anyaman dari Bambu. Kelompok ini diberi nama “Kelompok Sinar Harapan” telah berdiri sejak tahun 2012 dan beralamat di Desa Taba Tebelet. Namun sampai saat ini belum mendapat sentuhan dari pemerintah.

Kelompok ini tidak hanya membuat kerajinan dari bahan bamboo tetapi juga membuat kerajinan tas belanja dari gelas minuman. Mereka juga membuat tas dari tali peti kemas. Untuk kerajinan bamboo mereka menggunakan bamboo Serik (dalam bahasa Rejang disebut Sehik  atau Se’ik) yang kuat dan indah.

Disamping itu anyaman mereka diberi warna merah, hitam, hijau dengan bahan pewarna cat. Jenis-jenis benda yang mereka buat juga bermacam-macam seperti gantungan kunci, bakul sirih, kipas, tempat botol minuman dll.

Selain  membuat aneka macam benda atau peralatan kelompok ini juga membuat anyaman mereka memiliki motif atau corak tertentu. Diantaranya ada empat macam motif yaitu motif matei ponoa (Mata burung punai), motif sekewet, motif tangga dan motif kipas. Setiap motif memiliki makna tersendiri.

Motif Matei Ponoa berarti motif mata burung punai ini memiliki kisah tersendiri yaitu ketika zaman nenek moyang dahulu masih banyak terdapat harimau. Binatang harimau dianggap binatang yang mistis dan tidak boleh disebut sembarangan.

Pada zaman itu, ada satu  keluarga yang bermukim dipinggir hutan yang masih banyak binatang buas termasuk harimau. Pada suatu malam pondok mereka diintai oleh harimau. Mereka bersembunyi di dalam kamar dan anaknya melihat mata harimau dalam kegelapan malam seperti bercahaya.

Anaknya yang masih berumur 3 tahun bertanya dengan berbisik ke ibunya “mak itu mata apa?” maka dijawab oleh ibunya secara berbisik “matei ponoa” maksudnya agar anaknya tidak takut dan tidak menjerit karena kalau disebut mata harimau secara langsung maka anaknya akan menjerit dan takut dan persembunyiannya akan diketahui oleh harimau.

Pada akhirnya mereka selamat dari serangan harimau. Untuk mengenang peristiwa itu maka keesokannya ibunya membuat anyaman dengan motif mirip mata dan anaknya menyebut bahwa anyaman ibunya mirip mata ponoa tadi malam.

Motif sekewet maknanya saling merangkul artinya antar sesama manusia harus menjalin silaturahim dengan saling merangkul dan berkasih sayang. Menganggap orang lain seperti bersaudara sehingga tak ada pertikaian yang ada perdamaian. Jika hal ini terjadi maka suasana menjadi dingin. Suasana penuh perdamaian dan dingin sejuk ini dilambangkan dengan motif kipas.

Lain lagi dengan motif tangga, motif tangga ini umumnya diperuntukkan untuk muda mudi yang baru berumah tangga. Dari motif tangga tersebut tergambar suatu bentuk kehidupan yang kadang mendaki kadang mendatar namun memiliki satu tujuan.

Hal ini mengajarkan kepada muda-mudi untuk memahami perjalan hidup yang sulit dan mendaki namun jika kita bersabar dan memiliki tujuan yang jelas maka keberhasilan itu akan diperoleh.

Demikian tentang makna dibalik motif anyaman yang dijelaskan oleh ibu Muriana yang merupakan tokoh utama dari kegiatan kerajinan  anyaman bamboo di Desa Taba Tebelet. Semoga makna pada anyaman tersebut dapat bermanfaat bagi kita semua dan kerajinan ini dapat berkembang pada masa yang akan datang.

Mulyadi
Penyuluh Kehutanan KPHL Bukit Daun