Perhutanan Sosial Bakal Berjaya (PSBB)

Mukhamadun, Widyaiswara BDLHK Pekanbaru. Foto: Istimewa
Mukhamadun, Widyaiswara BDLHK Pekanbaru. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Berawal dari gamang, akhirnya ketagihan. Ahh… masa iya? Bayangkan, sebelum pelatihan dimulai, sub admin saja masih suka terbalik-balik menyebut antara LMS (Learning Management System) dengan LSM.

Sementara peserta pelatihan jarak jauh atau e-learning kali ini adalah para petani dari desa-desa di sekitar hutan. Kelompok tani yang telah mendapatkan izin Perhutanan Sosial.

Beberapa pihak awalnya sempat underestimate. Apa iya bisa berjalan pelatihan jarak jauh berbasis  video conference dan LMS Pusdiklat SDM LHK?  Apalagi materinya relatif berat.

Pada pelatihan e-learning Program Pendampingan Perhutanan Sosial Pasca Izin yang ditata oleh Balai Diklat LHK Pekanbaru ini, peserta diajak diskusi seputar Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial.

Beberapa materi pentingnya adalah tentang pendampingan tahap awal, pengelolaan dan pengembangan kawasan hutan dan lingkungan, materi seputar kerja sama, networking, akses modal dan akses pasar, juga materi tentang knowledge management serta monitoring dan evaluasi.

Sehari sebelum pembelajaran daring, peserta pelatihan harus sudah download  dan mengirimkan CBM atau Catatan Belajar Mandiri via LMS Pusdiklat SDM LHK.

Apa yang telah dipahami, apa yang belum dipahami dan apa kendalanya semua dicatat.

Peserta pelatihan merasa terbebani? Ternyata tidak, mereka dengan suka cita mengirimkan tugas mandirinya.

Ketika ada hambatan di LMS Pusdiklat SDM LHK, mereka kirim lewat group WA yang beranggotakan peserta pelatihan, panitia, tutor, narasumber, dan widyaiswara.

Waaoo….ternyata setelah berjalan tiga gelombang sebanyak enam angkatan, proses pembelajaran e-learning ini sangat mengasyikkan.

 

saat bersama petani di lapangan

Mengapa Mengasyikkan ?

Mainan baru?  Bisa jadi. Diskusi dalam ruang kelas pintar, smart room virtual adalah hal baru bagi sebagian besar peserta dan fasilitator dan proses pembelajaran tidak kaku harus di depan meja rapi berjajar dalam kelas.

Al Ahri, Sekretaris HKM Sipang Jaya Rokan Hulu ini, tetap asyik belajar sambil berkebun.

Said Faizan, Syaful, Nur Kholis, Said Mursalim dan Datuk Somi dengan ceria sambil rebahan dalam hammock masing-masing mengikuti pembelajaran dari Hutan Adat mereka, yakni Hutan Adat Imbo Putui Petapahan Kampar.

Sementara itu Bu Kesi Yarti dari KTH Gunung Pandang, Kerinci, Jambi tetap antusias mengikuti pembelajaran daring ini, walau dalam mobil bersama suami dan dua anaknya.

Sedangkan Pak Idris, Anas Kulup, Aman Jubri, Hapis Juniansyah, dan Eki Putra dari Masyarakat Hukum Adat Baru Pelepat Bungo Jambi, duduk rapi belajar mengikuti pembelajaran dengan aplikasi zoom meeting ini dari satu laptop di kantor KPH Bungo.

Meminjam istilah Kang Rakhmat Hidayat, “Salome” katanya. Satu laptop rame-rame.

Sedangkan Tomi Jepisa, Martio dan Tasmin rombongan peserta pelatihan dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Gunung Pandang Kerinci Jambi malah hanya satu HP rame-rame. Karena mereka tak punya laptop.

Situasi pandemi Covid-19?  Jangan khawatir mereka semua pakai masker dan tetap jaga jarak, physical distancing. Asyik bukan? Tetap di rumah, bahagia bersama keluarga tapi ikut aktif dalam pembelajaran. Mirip nonton bareng piala dunia he he he.

Musibah membawa berkah. Ada semacam blessing in disguise. Ada hikmah di balik wabah. Seratus delapan puluh orang peserta pelatihan yang terbagi menjadi enam kelas dari Kepulauan Riau, Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel dan Bengkulu bisa belajar bersama dalam suasana yang menyenangkan.

Bagaimana Kualitasnya?

Spektrum latar belakang pendidikan dan tingkat jabatan sangat beragam. Dari petani hutan hingga Dirjen dan Kepala Badan dalam satu kelas virtual. Walau statusnya ada yang sebagai peserta pelatihan, ada yang sebagi tutor, nara sumber, moderator, observer, admin, bahkan ada pula inspektur dari Inspektorat Jenderal Kementerian LHK ikut memelototi proses pembelajaran.

Namun suasana kesetaraan begitu terasa. Tak ada rasa ewuh pakewuh. Semua saling menghargai. Meski semua proses pembelajaran virtual ini direkam, tidak ada yang merasa takut untuk menyampaikan gagasan, pertanyaan atau usulan.

Sekedar contoh, nara sumber nya adalah Pak Dirjen PSKL Dr Bambang Supriyanto, Pak Sekdirjen PSKL Dr Apik Karyana, tokoh senior WRI Kang Rakhmat Hidayat yang dikenal sebagai gurunya para pendamping, para penyuluh, widyaiswara dan juga para pejabat Eselon III dan IV di PSKL.

Tentu bisa dibayangkan kualitas diskusinya bukan? Kelas berat? Tidak juga. Justeru semua tutor dan nara sumber berusaha maksimal menyampaikan   dalam  ‘bahasa” yang dipahami petani.

Bahan ajar dalam modul yang tebal-tebal dan susah dipahami itu ditransformasi menjadi bahan diskusi yang sederhana dan merakyat.

Awalnya agak gagap memang. Namun setelah dijalani, pembelajaran mengalir saja. Tak terasa waktu sudah habis.

Saya dan teman-teman fasilitator makin bersemangat ketika melihat antusiasme para petani dan pendamping. Sekedar contoh, sebagaimana kemarin sempat viral ditulis oleh Kang Rakhmat Hidayat.

Rombongan peserta pelatihan dari Masyarakat Hukum Adat Baru Pelepat Jambi. Pak Idris, Anas Kulup, Aman Jubri, Hapis Juniansyah, dan Eki Putra harus naik motor sejauh 70 kilometer untuk bisa mengikuti pelatihan ini.

Jalan berliku dan berlumpur mereka tempuh hingga sampai di Kantor KPH Bungo. Mereka pun mendapatkan sinyal internat yang bagus. Mereka kemudian berkumpul ‘Salome’. Satu laptop rame-rame.

Militansi para pemegang ijin perhutanan sosial ini semoga menjadi energi yang terus bergelora mewujudkan mimpi Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera.

Mewujudkan Mimpi

Selama ini, jargon ‘Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera’ terasa hanya sebatas mimpi. Hanya utopia atau khayalan belaka. Susah dijumpai contohnya. Paling-paling kita akan menyebut HKM Kalibiru di Yogyakarta dan LPHD Burno, Senduro Kabupaten Lumajang Jawa Timur.

Mana yang di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi atau Papua? Mana dulu HPH yang dibanggakan?

Sebagian besar kawasan hutan kita sudah terdegradasi. Rusak sangat parah. Perambahan, illegal logging, karhutla dan kisah-kisah buruk lainnya. Sementara masyarakat di sekitar hutan masih banyak yang miskin papa.

Perhutanan sosial (PS) adalah secercah harapan. Ahh… masa iya?  PS ini konsep ideal. Mudah-mudahan bukan sekedar proyek. Konsep PS sudah digagas lama. PS bukan hanya menjadi salah satu alternatif resolusi konflik tenurial, tapi dengan PS masyarakat memiliki ijin atau akses legal untuk pengelolaan kawasan hutan.

Mereka menjadi pemain utama. Menjadi “tuan”, bukan buruh atau juga bukan “hamba” nya para pemodal.

Baik skema Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) maupun skema Kemitraan Kehutanan sejatinya adalah mengembalikan hutan kepada empunya, yakni rakyat. Walau tetap perlu di kontrol oleh negara.

Mimpi dari PS adalah suksesnya kelola lingkungan, kelola sosial dan kelola ekonomi. Masyarakat selaku pemegang hak kelola diharapkan menjaga kelestarian hutannya.

Mencegah karhutla, melindungi hutan dari pencurian kayu, pencurian Tanaman satwa Langka atau TSL, perambahan dan sejenisnya. Jika ada konflik tenurial ? justeru PS adalah bagian dari resolusi konflik.

 

Selanjutnya lambat laun KPS dan KUPS diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani. Kesuksesan PS tentu memerlukan perjuangan. Pasti akan banyak masalah yang dihadapi. Tidak ada kesuksesan hakiki yang diperoleh secara instan.

Konsep yang bagus perlu para pengelola yang mempunyai integritas dan kapasitas yang memadai. Beberapa kali saya jumpa pemegang ijin PS, mereka bingung setelah menerima SK. _“Mau diapakan, diagunkan pun tak laku. Uang kami tak ada”_ kata mareka pesimistik.

Nah melalui pelatihan program pendampingan PS pasca ijin ini, kebingungan itu tak ada lagi. Pesimistik semoga berubah menjadi optimistik. Hak kelola adalah modal yang besar.

Belum lagi modal sosial mereka sebagai KPS atau KUPS. Jika disupport pula oleh para pihak baik pemda , pemerintah pusat, LSM maupun dunia usaha maka keberhasilan perhutanan sosial adalah sebuah keniscayaan.

Jaringan alumni peserta pelatihan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal PSKL bekerjasama dengan BPSDM LHK kelak se Indonesia insya Allah akan sebanyak 3000 orang.

Kalau jaringan ini terus dipupuk. Kanal informasi baru yang efektif akan terwujud. Mereka akan terus bekerjasama dalam menjalin informasi, pengelolaan pengetahuan, permodalan hingga akses pasar.

Jadi pelatihan e learning ini bisa menjadi semacam triger. Langkah awal memanfaatkan momentum wabah covid-19. Selanjutnya kolaborasi hati para pihak perlu terus dipupuk. Jika kerjasama yang ikhlas dari para pihak ini terjadi, maka “Perhutanan Sosial Bakal Berjaya, atau PSBB”. Insya Allah.

Mukhamadun
Widyaiswara BDLHK Pekanbaru