Embrio Membangun Jaringan Belajar Perhutanan Sosial

Rahmat Hidayat (kiri)
Rahmat Hidayat (kiri)

TROPIS.CO, JAKARTA – Di dalam amatan yang Saya lakukan, durasi jam pelajaran selama 25 jam pelajaran yang dibagi dalam empat hari pembelajaran, mampu membangun hubungan emosional para peserta. Dimana 10 peserta berkeinginan untuk maju dan mendapatkan manfaat dari implementasi Perhutaan Sosial diwilayahnya, baik manfaat ekologi, ekonomi, sosial budaya, terselesaikannya konflik, adanya dukungan para pihak juga promosi potensi.

Hubungan emosianal ini terus berlanjut menjadi hubungan belajar berkelanjutan dan berbagi semangat serta kekuatan dari masing-masing kelompok. Sehingga kalau ini dikelola dengan serius akan menjadi “Jaringan Masyarakat Pembelajar Perhutanan Sosial Indonesia” yang akan menjadi “mata, telinga, tangan dan kaki” didalam memantau implementasi Perhutanan Sosial yang hakiki dilapangan.

Selain itu juga hal ini bisa menjadi media yang ampuh untuk update perkembangan lapangan, pembaharuan periodik data dan informasi untuk Sistim Navigasi Perhutanan Sosial, jaringan pasar produk perhutanan sosial juga menciptakan “pendamping rakyat” yang berkualitas dan berkapasitas.

Sampai hari ini, Saya mengikuti 6 Grup WA pada tiap angkatan, dan materi diskusi sangat bernas bahkan melampui pembelajaran daring. “Para alumni” lebih terbuka didalam diskusi, termasuk mengungkapkan persoalan dasar dilapang, minta input dan pengalaman kelompok lain yang dianggap lebih maju, saling menyemangati, promosi produk bahkan mengajak untuk investasi bersama.

Seandainya saja kekuatan ini bisa dijadikan alat untuk monev Perhutanan Sosial sekaligus menjadi media untuk menentukan program apa yang harus dilakukan serta kelompok mana yang akan didukung, nisacaya ini bisa menjadi sumber informasi yang akurat didalam tata kelola Perhutanan Sosial kedepan dan memastikan harapan Presiden Jokowi yang selalu disampaikan saat penyerahan SK agar Perhutanan Sosial bisa memberikan manfaat nyata kepada masyarakat, baik ekonomi maupun ekologi.

Pembelajaran Orang Dewasa Sebuah Keniscayaan

Proses implementasi pembelajaran yang selama tiga angkatan ini dijalankan, dalam pahaman saya merupakan bentuk dari Andragogi atau Pembelajaran/Pendidikan Orang Dewasa (POD). Saya sendiri merasakan proses ini, karena sejak tahun 1990 ikut didalam pelatihan POD yang diselenggarakan oleh WALHI, PKBI maupun Yayasan Bina Desa.

Kemudian terlibat didalam proses pendampingan masyarakat sampai hari ini, baik untuk pengembangan masyarakat didalam dan sekitar kawasan konservasi, mendorong inisiatif Hutan Adat, Perhutanan Sosial, resolusi konflik, pencegahan karhutla dan inisiasi jasa lingkungan.

Pembelajaran  orang dewasa sangat mengemuka didalam pelatihan ini, dimana para peserta merupakan orang-orang yang telah memiliki kematangan diri, banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi persoalan secara mandiri.

Sehingga partisipasi didalam proses pembelajaran akan memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan tata kelola dan tata usaha Perhutanan Sosial kearah yang lebih baik. Pelatihan dengan metode daring ini tidak cukup hanya dengan memberi tambahan  pengetahuan akademis pengelolaan hutan saja, tetapi harus melampaui itu.

Butuh bekal penguatan semangat, meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi didalam diri para  peserta sehingga apa yang akan dilakukan dapat dijalankan dengan baik. Selain itu juga penghargaan terhadap pengetahuan dan praktek-praktek terbaik yang dilakukan dilapangan oleh peserta sangat dibutuhkan untuk memberikan dukungan moril atas inisiatif cerdas peserta.

Misalnya, beberapa kelompok perhutanan sosial maupun kelompok usaha perhutanan sosial tidak runtuh ketika badai wabah Covid-19 menghantam seluruh sendi kehidupan. Para peserta memberikan pembelajaran bahwa kreativitas bisa mengalahkan tekanan wabah.

Contohnya KTH Sungai Telang dan Sungai Pua di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi yang mampu menyiasati rendahnya harga Kayu Manis dan Kopi dengan mengoptimalkan produksi pangan dan sayur mereka untuk kebutuhan kampung dan lokal.

Atau KTH Harapan Sukses di Kota Batam yang kehilangan pendapatan dari ditutupnya obyek ekowisata andalan Puncak Beliung dengan memproduksi Belimbing super didalam sebagian kawasan HKm seluas 20 Ha menjadi aneka produk seperti jus, sirup, kerupuk, dodol dan dijual segar sehingga menjadi potensi pendapatan alternatif.

Karena belimbing merupakan salah satu sumber vitamin C yang baik dan bagus untuk meningkatkan imunitas tubuh, sehingga produk ini diterima dengan baik di pasar. Bahkan pengelola Hutan Nagari Taram di Sumatera Barat yang juga kehilangan pendapatan dari ekowisata, mengembangkan produk alternatif berupa minyak atsiri, telur ayam dan rendang (Jamur, telur maupun daging) yang juga diterima pasar saat puasa dan lebaran ini.

Memang orientasi pembelajaran berpusat pada kehidupan KPS/KUPS, sehingga mereka belajar dari dirinya yang dipicu dengan kerangka pengetahuan teknis yang disampaikan oleh narasumber dan tutor.

Proses pembelajaran ini akan menjadikan kasus lapangan sebagai laboratorium belajar yang akan terus dilakukan walaupun pelatihan telah usai. Peran narasumber dan tutor bisa diambil alih oleh pendamping maupun juga jaringan alumni pelatihan ini.

Sehingga didalam proses pelatihan yang dikejar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi untuk meningkatkan kehidupannya melalui perbaikan tata kelola kelembagaan, tata kawasan dan tata usaha produk Perhutanan Sosial.

Dengan pembelajaran ini peserta akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang lebih banyak lagi, sehingga pembelajaran akan berfokus pada peningkatan pengalam dan pengetahuan tidak hanya pada pencarian sertifkat saja. Makin kaya akan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari pelatihan ini maka akan makin meningkatkan motivasi peserta untuk perubahan kehidupan dan pengelolaan hutan yang lebih baik.

Sebuah Catatan Kecil Proses Pembelajaran dari Tiga Gelombang (2)

Rakhmat Hidayat
Anggota Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial/TP2PS dan POKJA PPS Nasional