Perhutanan Sosial, Smart Action Dalam Covid-19

Diah Suradiredja menilai, melalui e-Learning Pelatihan Pendampingan PS Terpadu, semua pentahapan penguatan seluruh pelaku dan pendamping PS dilakukan melalui teknologi internet (online class). Foto: Istimewa
Diah Suradiredja menilai, melalui e-Learning Pelatihan Pendampingan PS Terpadu, semua pentahapan penguatan seluruh pelaku dan pendamping PS dilakukan melalui teknologi internet (online class). Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Mulut saya terbuka tanpa bicara saat membaca “cara cerdas” yang dilakukan Direktorat Jenderal Pehutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) dalam menjalankan Program Perhutanan Sosial (PS).

Di tengah kritik kuat tentang pencapaian target komitmen Pemerintah (terutama Presiden Joko Widodo) 12,7 juta Perhutanan Sosial dan wabah Covid-19, PSKL melakukan Smart Action.

Apalagi setelah pencapaian jumlah izin yang telah diberikan ke kelompok masyarakat.

Pasca izin diberikan, tantangannya adalah kebutuhan kapasitas dari pelaksana, pendamping, dan perubahan kinerja pelayanan dari pemerintah di pusat dan daerah.

Melalui e-Learning Pelatihan Pendampingan PS Terpadu, semua pentahapan penguatan seluruh pelaku dan pendamping PS dilakukan melalui teknologi internet (online class).

Menarik karena cara cerdas yang disiapkan dengan pendekatan teknologi online telah memperlihatkan gerakan mobilisasi teknologi terkini.

Hal ini semakin menguatkan pandangan bahwa perubahan yang telah dilakukan pemerintah mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Memulai budaya kekinian untuk berselancar melalui dunia maya dalam berinteraksi serta peningkatan kualitas sumber daya manusia sampai tingkat grassroot dan di luar dugaan aksi ini dilakukan di masa Covid-19.

Apa yang digerakan Smart Action PS?

Melalui izin dari Dirjen PSKL, saya akhirnya berselancar menelusuri persiapan dan instrumen yang KLHK miliki untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia di
KLHK melalui situs e-Learning Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan :

  1. Sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat  yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan  Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.

2. Catatan Observer: Pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial Pasca Izin (Full Elearning) BDLHK Samarinda Gelombang II Angkatan 3 dan 4, 5-9 MEI 2020

3. Perhutanan Sosial meliputi: Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Kemitraan Kehutanan, Kemitraan Konservasi, Hutan Tanaman Rakyat(HTR), Hutan Adat (HA), dan Izin Pengelolaan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) untuk Pulau Jawa.

Di laman http://elearning.menlhk.go.id/, halaman demi halaman saya buka, di sana saya
menemukan enam kategori pelatihan yang sudah dikelola oleh Badan Penyuluhan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) KLHK, tentang Kepemimpinan,
Administrasi, Fungsional, Pelatihan Teknis, Pelatihan Masyarakat, dan Pelatihan Prakerja.

Portal ini menyediakan informasi terkait Jenis Pelatihan, Jadwal, Materi dan
Panduan Pengguna.

Sangat lengkap. Dalam catatan saya, sebuah portal yang dimiliki Pemerintah, biasanya hampir tidak dibuka oleh bagian atau sektor lain yang tidak memiliki tugas pokok dan fungsi secara langsung.

PSKL telah membuka, menggerakan, dan memobilisasi sumber daya yang dimiliki KLHK, melalui gerakan serentak seluruh Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK).

Harmonisasi kerja bareng BP2SDM dan PSKL telah menggerakan semua unsur di dalam KLHK. Kerja cerdas yang tak terbantahkan.

Dengan segera pula, PSKL menggerakan sebuah tim kerja untuk terlibat dalam
pelaksanaan pelatihan PS.

Persiapan materi, modul, penjadwalan detail pelatihan dan peserta pelatihan, menjadi bola salju yang menggelinding dari pusat sampai ke pelaku dan pendamping PS.

Mereka digerakan dengan satu ikatan yang terlihat begitu smooth dan menggembirakan.

Target sasaran pelatihan, 3000 peserta dalam waktu tiga bulan menjadi sangat realisitis.

Jemari saya mencatat bahwa PSKL telah membuat gerakan yang memunculkan pemahaman bersama terkait kebijakan Perhutanan Sosial melalui dunia maya.

Para direktur, kepala balai, kepala seksi, staf teknis, pendamping PS, dan pelaku usaha
PS, bahkan mitra PSKL yang berada dalam Tim Penggerak Percepatan Perhutanan
Sosial (TP2PS), bersama-sama memahami konsep, kebijakan, peluang, masalah dan
solusi.

Mereka fokus di layar yang menyatukan mereka dalam (yang saya sebut) “ruang cerdas (smart room)” serta memancarkan energi positif dan mengkomunikasikan semuanya tanpa jeda.

Molekul-molekul yang tak terlihat ini telah digerakan oleh ikatan yang dibangun PSKL, menjadi satu hamparan besar, dimana semua orang berada didalamnya untuk satu PS.

Salam Lima Jari: Catatan Smart Action PS

E-learning yang dilakukan serentak dibuka dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya.

Rasa kebersamaan diikat dengan merah putih yang berkibar di screen semua peserta.

Iringan musik dalam ruang maya ini, memiliki sentuhan yang luar biasa. Dada saya berdetak lebih cepat.

Dilanjutkan dengan Protokol Pembukaan yang biasa dilakukan tapi dengan cara berbeda.

Senyum saya membayangkan posisi duduk para peserta pelatihan di tempatnya masing-masing.

Apakah mereka duduk, seperti biasanya kaku dan diam, sambil mendengarkan Menteri LHK menyampaikan pidato pembukaan.

Apakah mereka juga khusyuk mengikuti do’a pembuka yang dilantunkan seperti biasanya?.

Pelatihan dimulai dengan memastikan semua peserta tersambung internet dengan
baik. Gadget yang beragam, tidak menurunkan antusias peserta.

Moderator pun, lebih menjadi fokus dengan mengelola peserta dan narasumber.

Pengelolaan waktu dan proses pelatihan, menjadi lebih handal dikelola. Dari pengamatan selama empat hari, saya melihat mereka lebih berenergi dan tidak mendapat hambatan dalam berkomunikasi.

Walaupun hanya dapat memantau antusias peserta melalui layar yang kadang terganggu oleh jaringan internet. Interaksinya hidup.

Di ruang belajar maya, para pelatih pun tetap menjaga metodologi pelatihan dengan
sangat baik dan komunikatif.

Mereka dapat lebih baik mengelola waktu, dan menarik respon perserta dengan pertanyaan-pertanyaan kunci.

Responnya diluar dugaan, karena peserta (petani dan pendamping) lebih lancar merespon tanpa kendala mental (seperti dalam kelas).

Petani dan pendamping, dengan lugasnya dapat menyampaikan kendala dan data-data di lapangan tanpa terkendala komunikasi. Diskusinya menjadi hidup.

Saya melihat penguasaan materi dari para kepala seksie dan kepala balai, serta kemampuan menyampaikan materi yang sangat baik.

Semua materi sulit, tersampaikan dengan baik, hal ini terlihat dari respon dan pertanyaan para peserta.

Pelatihan hari pertama, dimulai dengan Penjelasan Program dan Alur Pelatihan e-Learning, dan dilanjutkan dengan Mitigasi dan Penanganan Wabah Covid-19.

Tampak dalam awal pembelajaran online ini, masih banyak peserta yang membereskan alat
komunikasi dan sesekali gangguan signal.

Kadang suara terputus-putus, tapi semua peserta dan pengajar, setia di layar terbuka.

Mereka semangat dengan wajah yang jauh lebih ceria dibandingkan pelatihan di kelas biasa.

Di sini terlihat bagaimana peran Kepala Badan Diklat yang mengupayakan kelancaran penyelenggaraan pelatihan.

Memasuki hari ke dua, materi cukup berat terlihat dan mulai masuk pada contoh contoh tentang role model pendampingan PS.

Kasus-kasus lapangan disampaikan peserta merupakan fakta nyata yang mereka hadapi.

Banyak persoalan yang disampaikan seputar paska ijin, usaha bisnis komoditi dalam PS dan hal-hal sederhana terkait pengelolaan kelembagaan.

Di sini terlihat bagaimana pendamping PS yang cukup paham dengan persoalan lapangan, namun masih memerlukan bimbingan teknis terkait pola relasi kebijakan PS dan akses pada sumberdaya keuangan dan pasar.

Beberapa role model yang dicontohkan pengajar telah memberikan inspirasi bagi
penggiat dan pendamping.

Diskusinya menjadi hidup karena semua diberikan kesempatan bertanya dan menyampaikan kendala dan potensi di lapangan.

Ruang belajar menjadi hidup dan tidak ada gap antara narasumber dan peserta.

Pengamatan saya, waktu untuk Materi Panduan Role Model Pendampingan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, dirasakan kurang.

Karena pemahaman pendampingan memiliki kisi-kisi yang tiap daerah beragam sehingga waktu ruang belajar ini sebaiknya dapat ditambahkan.

Akan bertambah menarik jika pendamping diberikan waktu menyampaikan model-model pendampingan yang mereka lakukan, terutama pendampingan di tahap awal.

Materi yang cukup berat adalah Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Hutan dan
Lingkungan.

Ulasan tentang kebijakan pengelolaan Kawasan hutan terlalu luas untuk pendamping dan pengelola PS karena persoalan bagi pemegang PS adalah penandaan batas antara unit usahanya.

Sementara terkait  dengan persoalan pasca izin, yaitu batas dan zonasi sebaiknya tidak dibebankan kepada kelompok usaha dan pendamping.

Materi yang diberikan terlalu teknis detil untuk pengelola PS, sehingga respon dari peserta tidak terlalu banyak.

Padatnya mata pelajaran ini sebaiknya dapat dievaluasi dan disederhanakan.

Dipilah, mana yang harus diberikan dalam pelatihan untuk pemegang izin PS dan mana yang untuk pendamping ketahui.

Pembebanan seluruh materi untuk peserta akan menambah kebingungan mereka.

Pembahasan Materi Kerja Sama, Akses Permodalan, dan Akses Pasar menjadi materi
pembahasan yang menjadi minat peserta.

Tampaknya memang persoalan bagaimana menjalin kerjasama menjadi pekerjaan berat pendamping.

Pasca izin, aspek kerja sama memang menjadi pekerjaan para pendamping untuk menghubungkan pemegang izin PS dengan potensial mitra.

Pembahasannya belum menjawab seluruh persoalan “How to do” di lapangan, namun kisi-kisi yang harus dilakukan pendamping sudah lengkap.

Akses permodalan dan pasar, menjadi materi yang sangat diminati peserta.

Hal ini terlihat dari antusias peserta dalam menyimak (wajah-wajah dalam layar internet,
terlihat fokus dan beberapa terlihat mencatat).

Peran pendamping dalam membantu petani untuk memfasilitasi akses pada permodalan dan pasar, sangatlah besar.

Materi ini sebaiknya menjadi satu pelatihan tersendiri terkait keterampilan dan jejaring pendamping pada lembaga permodalan dan pasar.

Pertanyaan yang disampaikan masih belum menyentuh kebutuhan dasar petani terhadap modal dan pasar.

Pada hari terakhir, dimana peserta mendapat materi tentang Pengelolaan Pengetahuan, dan Monitoring dan Evaluasi PS.

Dua topik yang cukup berat bagi petani, karena terlalu “advance” untuk kapasitas yang harus dimiliki pasca izin.

Materi ini sebaiknya dikhususkan untuk pendamping dan staf BDLHK dan BPSKL di lapangan.

Pemilahan antara tugas dari pendamping dan staf balai sebaiknya diperjelas dalam tata kelola dan Tupoksi.

Mengelola pengetahuan dan monev (monitoring dan evaluasi) PS adalah instrumen yang sangat penting untuk memastikan progress di lapangan.

Untuk petani (dalam pelatihan ini), dapat dikembangkan participatory monev, dimana aspek melakukan monitoring dan evaluasi bersama mereka menjadi bahan yang penting disampaikan pada petani dan pendamping.

Secara keseluruhan, pendekatan e-Learning Pendampingan Perhutanan Sosial Pasca
Izin disiapkan dan dilaksanakan dengan sangat keren dan cerdas.

Ditengah suasana wabah Covid-19, penguatan dan peningkatan kapasitas petani dan pendamping dapat dilakukan dengan cara cerdas.

Hal-hal yang biasa terjadi dalam pelatihan di kelas, kaku dan membosankan, tidak terjadi di smart room ini. Semua terlibat dan berinteraksi.

Salut dan Selamat buat Tim KLHK! Smart Action memberikan “ruang kelola” langsung pada rakyat, menjadi sebuah proses yang panjang dan memerlukan investasi sosial yang tak terhitung.

Diah Suradiredja
Observer TP2PS