Kolaborasi dari Hati, Empat Hari Belajar di Bulan nan Fitri

Rahmad Hidayat, kolaborasi dari hati. Foto:I stimewa
Rahmad Hidayat, kolaborasi dari hati. Foto:I stimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Saya merasa menjadi salah seorang yang paling beruntung dijagat maya ini, karena selama empat hari banyak memetik pembelajaran dan inspirasi. Pelajaran terpenting adalah bagaimana secara tulus mendengarkan, belajar memahami persoalan lapangan, belajar empati atas dampak Covid-19 juga belajar bagaimana menganyam serta memperkuat silaturahmi.

Pelajaran ini sangat penting, bahwa mendengarkan tidak kalah ampuh dari mempresentasikan dan mengemukakan pemikiran.

Lapangan merupakan ibu dari semua sumber pengetahuan, empati serta persaudaraan juga silaturahmi adalah kunci.

Empat hari, Saya sungguh-sungguh bersyukur karena bisa berbagi pengetahuan dengan para peserta yang luar biasa, semangat, pembelajar dan juga jujur.

Bagaimana dengan segala keterbatasan seperti harus multi tasking antara mengasuh anak serta memasak, sinyal yang timbul-tenggelam (kadang-kadang harus lari keluar rumah, atau naik motor kedesa tetangga yang akses sinyalnya lebih bagus bahkan terkadang harus naik tangga agar dapat menyimak pembelajaran serta mengirimkan tugas), kadang listrik mati (sehingga satu telepon genggam atau komputer dipakai bersama, tentunya untuk yang masih punya sisa baterai) atau turun hujan lebat yang membuat komunikasi hilang.

Kendati tantangan dan halangan selalu muncul menghadang, namun mereka tetap penuh daya juang.Tidak membuat semangat sekarat. Bahkan makin bertambah kuat.

 

Anggota kelompok tani hutan, melaklukan gerajkan peningkatan ekonomi desa berbasis tanaman kopi

Cerita dari Batam, Tanjung Pinang, Kerinci juga Kepahyang seakan terus terbayang. Bahkan mungkin kawan-kawan lainnya dapat berbagai cerita dari seluruh sudut nusantara tercinta.

Saya yakin, yang muncul adalah nafas yang penuh semangat dan inspirasi dari para peserta.

Saling bagi pengalaman, bertukar gagasan dan trik cara mengatasi persoalan. Luar biasa mengagumkan. Bahkan terkadang berbagi pantun serta kelucuan. Hal-hal tersebut makin memperkuat jaringan persaudaraan Perhutanan Sosial, juga pilinan inti pembelajaran.

Selama empat hari, Saya mulai mengerti bahwa semangat dan pengetahuan ada di lapangan.

Di kampung-kampung tempat Perhutanan Sosial dilahirkan, ditumbuh kembangkan dengan pengasuhan pengetahuan dan teknologi lokal dan dinikmati hasilnya untuk keberlanjutan juga kesejahteraan.

Bukan hanya dikota yang riuh rendah. Empat hari tidak cukup untuk belajar, namun bisa menjadi langkah awal untuk lebih mengenal. Semoga ini akan menjadi “karpet merah” silaturahmi dan persaudaraan pengetahuan.

Selama empat hari, Saya dapat merasakan apa arti sesungguhnya “Kolaborasi dari Hati”, dimana niat tulus untuk berbagi pengetahuan dan keahlian lebih mengemuka dari pada institusi.

Narasumber secara tulus dan bersungguh-sungguh menyiapkan yang terbaik untuk peserta, menyajikan dengan segala kemampuan agar proses pelatihan berjalan penuh dengan kelancaran.

Sedangkan para peserta dengan kesungguhan berusaha untuk menghilangkan dahaga pembelajaran, melalui keseriusan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Juga menyimak sekaligus membagikan pengetahuan “genuine” mereka yang fresh from the oven dari kampung yang terkadang belum diketahui oleh para narasumber.

Sehingga proses pembelajaran jadi berjalan dua arah, dan ini praktek nyata dari pendidikan orang dewasa. Kolaborasi dari Hati ternyata berwujud nyata dalam bentuk berbagi peran dengan saling menghargai, bekerja dari ujung sahur sampai awal buka puasa, bahkan bisa lanjut lagi sampai sudah Tarawih untuk melayani konsultasi perserta.

Para panitia, tutor, WI, narasumber juga para fasilitator telah menghidangkan kudapan pengetahuan yang lezat dan bergizi untuk otak dan semangat. Saluuutttt atas Kolaborasi dari Hati ini.

 

Optimistis kian tumbuh disaat produk hutan sosial diberi pasar yang layak

Gelombang demi gelombang telah dijalankan, dan semakin baik. Peran serta anggota kelompok didalam pembelajaran semakin meningkat, ruang diskusi makin diperluas, waktu konsultasi terus dibuka sepanjang pelatihan bahkan bisa berlanjut setalah pelatihan.

Tidak ada yang bodoh dan pintar, karena masing-masing peserta punya pengetahuan yang mungkin tidak dimiliki oleh peserta lainnya. Sehingga ruang diskusi menjadi ajang saling berbagi. Dan kelulusan peserta tidak hanya ditentukan oleh “Prestasi Akademik” semata, namun oleh sikap pembelajar, berbagi pengetahuan, pengalaman lapangan dan juga semangat.

Memang pelatihan ini bukan puncak, namun jalan yang disiapkan untuk Kelompok Perhutanan Sosial lebih berdaya, lebih berkapasitas, lebih bersemangat, lebih banyak menghasilkan ide bernas nan cerdas juga lebih punya banyak jaringan.

Sehingga dari proses diskusi muncul beberapa harapan peserta, agar:

1) Perlu ada tindak lanjut pelatihan paska kegiatan ini, kususnya terkait dengan peminatan seperti jurnalisme warga, pengelolaan lembaga keuangan kampung, pemasaran produk dan ide, skema pendanaan karbon, pengasuhan pohon, mediasi konflik, penyusunan rencana dan lainnya,

2) Silaturahmi yang telah terbangun antar peserta diharapkan bisa diwadahi sebagai jaringan belajar antar lokasi PS,

3) Pembelajaran online bisa diteruskan untuk wilayah-wilayah yang jauh dan skala luas sebagai bagian untuk membaharui informasi dan pengetahauan,

4) Catatan dan tulisan peserta atau para pihak terkait dengan pelatihan ini akan baik dibukukan dalam bentuk “Bunga Rampai Pengetahuan Perhutanan Sosial” sebagai milestone dari pelatihan ini, dan

5) Perlu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang bisa segera diterapkan dilapangan untuk mengatasi Covid-19 (budidaya tanaman yang cepat menghasilkan dan punya nilai ekonomi baik dan lainnya).

Sekali lagi, saya tetap merasa menjadi orang yang sangat beruntung untuk bisa menjadi bagian dari proses ini. Terimakasih banyak atas kerjasama yang sangat baik ini untuk seluruh pihaknya, mohon maaf apabila ada kata, tingkah dan rasa yang tidak pada tempatnya.

Anak Raja berbiduk ke hilir, 

Ke Sungai Siak mencari hikayat

Pelatihan ini bisa saja berakhir, 

namun pembelajaran terus sampai akhir hayat.

 

Rahmad Hidayat

Anggota Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial