Penerapan Teknologi ABSAH Beri Manfaat Sosial dan Ekonomi di Tengah Pandemi Covid-19

ABSAH Modular merupakan bangunan konservasi yang dapat menirukan aliran air yang terjadi di alam (sungai,mata air,air tanah) yang diproses melalui ilmu fisika, biologi, dan hidrologi, dimana atap bangunan merupakan daerah aliran tangkapan hujan. Foto: Kementerian PUPR
ABSAH Modular merupakan bangunan konservasi yang dapat menirukan aliran air yang terjadi di alam (sungai,mata air,air tanah) yang diproses melalui ilmu fisika, biologi, dan hidrologi, dimana atap bangunan merupakan daerah aliran tangkapan hujan. Foto: Kementerian PUPR

TROPIS.CO, JAKARTA – Guna mendukung mitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap masyarakat khususnya untuk pengurangan angka pengangguran dan mempertahankan daya beli, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Program Padat Karya Tunai telah menerapakan inovasi Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan (ABSAH) untuk menampung air hujan sebagai sumber air baku masyarakat.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan program infrastruktur kerakyatan atau padat karya tunai sangat penting bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Pasalnya, pembangunan infrastruktur padat karya, selain untuk meningkatkan daya beli masyarakat, juga bertujuan mengurangi angka pengangguran.

“Setiap tahapan pelaksanaan Program Padat Karya dilakukan sesuai dengan Protokol Covid-19, seperti menjaga jarak fisik, menggunakan masker, dan menghindari kerumunan,” kata Menteri Basuki di Jakarta, Senin (20/4/2020).

Sasaran pembuatan ABSAH tahun 2020 sebanyak 94 lokasi dengan alokasi anggaran Kementerian PUPR sebesar Rp38 miliar.

Baca juga: Di Tengah Pandemi Covid-19, UMKM Mesti Diselamatkan

Masa pelaksanaan pembuatan ABSAH selama 60 hari dengan melibatkan masyarakat untuk masing-masing lokasi sebanyak 10 tenaga kerja sehingga total pragram ini berkontribusi menyerap tenaga kerja sebanyak 940 orang.

Bangunan ABSAH merupakan infrastruktur penyediaan air baku mandiri dengan prinsip kerja menampung air hujan dalam tampungan yang disaring dengan media akuifer buatan (kerikil,pasir, bata merah,batu gamping, ijuk, dan arang).

ABSAH sudah banyak diterapkan oleh Kementerian PUPR di daerah kering, kawasan sulit air karena faktor geologi dan iklim, pulau-pulau kecil, dan daerah berair asin, misalnya Pulau Miangas, Pulau Hiri, Pulau Pasi, dan Pulau Lombok.

Bahkan, Kementerian PUPR telah mengembangkan Teknologi ABSAH Modular sehingga volume dan lay out tampungan dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan, dan dapat dipindahkan sesuai dengan lokasi yang dibutuhkan.

Teknologi ini telah melewati proses uji laboratorium dan verifikasi lapangan.

ABSAH Modular merupakan bangunan konservasi yang dapat menirukan aliran air yang terjadi di alam (sungai,mata air,air tanah) yang diproses melalui ilmu fisika, biologi, dan hidrologi, dimana atap bangunan merupakan daerah aliran tangkapan hujan.

Kementerian PUPR telah membangun teknologi ini seperti di Kabupaten Serang, Banten dan Kepulauan Seribu DKI Jakarta.

Penerapan teknologi ini juga sangat membantu penyediaan air bersih dan air minum masyarakat dari air hujan yang memenuhi baku mutu untuk melayani standar kebutuhan air baku minimal di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 yang terjadi sekarang.

Baca juga: Sumatera Selatan Kebut Panen Padi Jelang Ramadhan

Masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah kering atau susah air akan terbantu secara sosial maupun ekonomi karena tidak harus membeli air (memanfaatkan air hujan).

Selain itu dukungan inovasi dan teknologi diperlukan dalam pembangunan infrastruktur untuk menjadi lebih baik, cepat, dan lebih murah.

Pemanfaatan teknologi yang tepat guna, efektif, dan ramah lingkungan juga didorong guna menciptakan nilai tambah dan pembangunan berkelanjutan sehingga manfaat infrastruktur dapat dirasakan generasi mendatang. (*)