Omnibus Law Lingkungan dan Kehutanan, Percepat Perhutanan Sosial

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menyatakan Omnibus Law Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan kepastian hukum dan menyederhanakan aturan yang ada. Foto: KLHK
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono menyatakan Omnibus Law Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan kepastian hukum dan menyederhanakan aturan yang ada. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – RUU Omnibus Law Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang kini menunggu pembahasan di DPR RI, merupakan penyederhanaan regulasi sebagai bentuk kehadiran negara mewujudkan kesejahteraan rakyat sekaligus memberikan kepastian penegakan hukum lingkungan berjalan pada koridor yang tepat.

Sekretari Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono, menegaskan hal itu kala menjawab kekhawatiran banyak pihak terkait berbagai rencana kebijakan Kementerian LHK yang dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.

Bambang kurang sependapat bila RUU itu dibuat hanya untuk kepentingan dunia usah, dalam hal ini kalangan swasta.

Namun kebijakan ini juga untuk mempercepat kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang memang selama ini sudah terlibat di bidang kehutanan serta masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan.

“Dunia usaha bukan berarti swasta yang besar-besar, rakyat yang menerima hutan sosial juga bagian dari itu,” kata Bambang di Jakarta, Jumat (21/2/2020).

Menurutnya, tidak benar bila RUU Omnibus Law ini seakan mengabaikan prinsip-prinsip lingkungan sehingga seola-olah hanya untuk kepentingan bisnis semata.

Terhadap mereka yang melanggar hingga menyebabkan kerusakan lingkungan, penegakan hukum lingkungan tetap dijalankan.

“Penegakan hukum lingkungan juga jelas dan terang, tidak dihapus.”

“Jadi tidak benar jika dikatakan RUU ini mengabaikan prinsip lingkungan dan pro pebisnis besar saja.”

“Justru sebaliknya, RUU ini juga sangat berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil,” tutur Bambang.

Melalui RUU ini, diakui memang ada penyederhanaan regulasi guna melindungi semua elemen masyarakat, termasuk dunia usaha yang di dalamnya juga ada UMKM.

Melalui RUU Omnibus Law, regulasi untuk kepentingan rakyat tidak boleh berbelit-belit tapi juga tidak boleh seenaknya, tetap ada aturan hukum yang mengikat.

“Roh utama RUU ini adalah kehadiran negara untuk kepentingan segenap rakyat Indonesia,” tutur Bambang.

Dikatakan Bambang, ada 25.000 desa di seluruh Indonesia yang jutaan masyarakatnya bergantung hidup dari usaha di sekitar dan dalam kawasan hutan.

Jutaan rakyat ini harus diberi kepastian hukum dan berusaha sehingga ekonomi kreatif bisa bergerak menyejahterahkan rakyat dan hutan tetap lestari karena ada kendali kepastian penegakan hukum lingkungan hidup.

“Melalui Omnibus Law, program Perhutanan Sosial dan TORA akan berlari lebih kencang.”

“UMKM dari kegiatan sekitar hutan akan hidup tanpa mengabaikan prinsip perlindungan hutannya, karena sanksi hukum bagi perusak lingkungan tetap ada.”

“Jadi jangan dikira cukong-cukong dan perusak lingkungan bisa bebas, itu tidak benar.”

J”ustru langkah koreksi yang sudah dilakukan untuk rakyat pada periode pertama lalu, kali ini semakin diperkuat oleh RUU Omnibus Law,” jelas Bambang.

Dicontohkannya, banyak kasus hukum selama ini menjerat masyarakat kecil sekitar hutan, padahal mereka hanya mencari nafkah tanpa merusak hutan.

Selain itu, banyak usaha masyarakat di sekitar dan dalam hutan, tidak dapat dijalankan karena masyarakat dihantui kekhawatiran tidak adanya kepastian hukum dan berusaha.

“Di sinilah RUU Omnibus Law hadir dengan mengedepankan keadilan bagi rakyat, tidak serta merta mengenakan sanksi pidana di depan.”

“Omnibus Law menolong rakyat dengan memberikan kepastian usaha dari kegiatan dalam kawasan hutan yang telah dipastikan aspek legalnya.”

Contoh kecil saja, masalah rakyat yang bertahun-tahun di Taman Nasional Tesso Nilo tidak selesai, bisa selesai dengan RUU Omnibus Law ini,” ujar Bambang.

RUU Omnibus Law juga menjadi langkah maju pemerintah untuk harmonisasi antara kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Dia berpandangan bahwa pemerintah berkewajiban memberikan kepastian hukum, kepastian berusaha rakyat, serta kepastian hukum antara pemberi izin dan penerima izin.

Selain kewajiban menjaga aspek kelestarian lingkungan, pemerintah juga berkewajiban menjaga aspek kepastian keberlangsungan usaha.

“Intinya RUU Omnibus Law mengedepankan kecepatan pelayanan tanpa mengabaikan penegakan hukum yang tegas.”

“Melalui Omnibus Law, lingkungan hidup tetap dijaga ditandai dengan kepastian hukum berusaha,” tutur Bambang.

RUU Omnibus Law saat ini telah diserahkan Pemerintah Indonesia ke DPR.

Bambang mengatakan nantinya semua elemen masyarakat dapat menyimak, mengikuti, mengkritisi, dan melihat struktur hukum yang dibangun dalam pasal per pasal.

“Jadi membaca RUU Omnibus Law harus utuh dengan melihat keterkaitan antara pasal per pasal.”

Kekhawatiran ada penghapusan pasal di RUU juga tidak sepenuhnya benar, karena nantinya kunci penting diatur di PP, bahkan sampai ke Permen. Sangat berlapis disiapkan untuk mengawal kepentingan rakyat,” ungkap Bambang.

KLHK sendiri berkepentingan pada pembahasan RUU Cipta Kerja terutama pada pasal UU 41 tahun 1999, UU nomor 32 tahun 2009, dan UU nomor 18 tahun 2013.

Pada ketiga UU tersebut terdapat pasal yang dilakukan penyesuaian norma, penghapusan norma, dan penambahan norma baru dalam RUU Omnibus Law.

“Semangatnya adalah membawa rakyat sejahtera bersama-sama dan lingkungan tetap lestari.”

“Dengan RUU Omnibus Law khususnya pada lingkup kerja lingkungan hidup dan kehutanan, kita tidak lagi melihat ke belakang, tapi melangkah ke depan untuk bersama-sama membawa Indonesia Maju sebagaimana menjadi visi dan misi Bapak Presiden Joko Widodo,” pungkas Bambang. (*)