Ketum Gapki: Aceh Alternatif Baru Jalur Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono memberikan Protokol untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan industri kelapa sawit. Foto: Wisesa/TROPIS.CO
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono memberikan Protokol untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan industri kelapa sawit. Foto: Wisesa/TROPIS.CO

TROPIS.CO, BANDA ACEH – Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah yang letaknya strategis bagi alternatif baru jalur ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.

Secara geografis, Aceh berdekatan dengan India dan Pakistan dan kedua negara itu masuk dalam negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia.

Hal ini diungkapkan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono dalam Kuliah umum bertajuk “Akselerasi Inovasi dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit Indonesia” yang diselenggarakan Fakultas Pertanian Universitas Syahkuala, Banda Aceh, Kamis (5/12/2019).

“Dengan pengembangan fasilitas berupa infrastruktur, pelabuhan, listrik, gas dan juga kapasitas produksi kelapa sawit yang besar, saya yakin Aceh bisa memproduksi industri hilir kelapa sawit sekaligus menjadi jalur ekspor Indonesia ke India dan Pakistan,” ujar Joko.

Baca juga: UNEP: 76 Persen Karhutla 2019 di Lahan Terlantar

Data Badan Pusat Stratistik (BPS) menyebutkan, tahun 2018 jumlah ekpor minyak sawit Indonesia ke India mencapai angka 6,7 juta ton.

Angka tersebut secara global menjadikan India sebagai negara tujuan ekspor minyak sawit terbesar, sedangkan ekspor ke Pakistan tahun 2018 mencapai 2,5 juta ton.

Meskipun demikian jumlah ekspor ke Pakistan optimis akan terus bertambah seiring dengan dilakukannya kesepakatan-kesepakatan perdagangan antara kedua negara.

Joko menyatakan bahwa peran sawit Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia akan menjadi alternatif paling sustainable untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati masyarakat dunia.

Produktivitas minyak kelapa sawit merupakan yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya.

Mengutip data dari International Union for Conservation Nature (IUCN), untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati, rapeseed memerlukan 1,25 hektare lahan, bunga matahari memerlukan 1,42 hektare lahan dan kedelai 2 hektare lahan, sedangkan sawit hanya memerlukan 0,26 hektare lahan.

Baca juga: APHI Beri Penghargaan Dalkarhutla kepada Tiga Perusahaan HTI

“Jika kebutuhan dunia terus bertambah sedangkan produksi kelapa sawit stagnan maka yang akan terjadi ialah dunia akan melakukan deforestasi yang jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan manusia, yakni dengan ekspansi perkebunan kedelai maupun rapeseed,” tutur Joko.

Hal senada diungkapkan Wakil Rektor Universitas Syahkuala, Profesor Marwan saat membuka acara.

Marwan menilai, sawit telah menjadi bagian penting bagi Aceh dan hal tersebut terlihat dari banyaknya perkebunan kelapa sawit dan telah memberikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat Aceh.

Samadi berharap, pembangunan infrastruktur segera dilakukan agar Aceh bisa mengembangkan industri hilir kelapa sawit. (*)