Karhutla Tahun 2019 Masih 67 Persen Lebih Rendah dari Karhutla 2015

Angka luasan indikatif Karhutla tahun 2019 tersebut ternyata masih 67 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan angka luasan indikatif karhutla tahun 2015 yang sebesar 2.611.411 hektare. Foto : Fajar Indonesia Network
Angka luasan indikatif Karhutla tahun 2019 tersebut ternyata masih 67 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan angka luasan indikatif karhutla tahun 2015 yang sebesar 2.611.411 hektare. Foto : Fajar Indonesia Network

TROPIS.CO, JAKARTA – Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas wilayah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di tahun 2019 ini lebih luas dari Karhutla di tahun 2018 dan lebih kecil dibandingkan dengan Karhutla pada tahun 2015.

“Karhutla tahun 2019 memang lebih tinggi dibandingkan tahun 2018, namun masih jauh lebih rendah dari kejadian Karhutla tahun 2015.”

“Hal ini karena setelah kejadian Karhutla tahun 2015 pemerintahan Presiden Joko Widodo mulai melaksanakan paradigma baru penanganan karhutla dengan fokus pada upaya pencegahan,” ujar Plt. Direktur Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL), Raffles B. Panjaitan, di Jakarta belum lama ini.

Data terbaru luas indikatif Karhutla berdasarkan interpretasi citra landsat oleh KLHK menyebutkan jika, luas indikatif dari bulan Januari sampai September 2019 adalah seluas 857.756 hektare.

Luasan areal terbakar tersebut terbagi menjadi di lahan gambut seluas 227.304 hektare, dan di lahan tanah mineral seluas 630.451 hektare.

Angka luasan indikatif Karhutla tahun 2019 tersebut ternyata masih 67 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan angka luasan indikatif Karhutla tahun 2015 yang sebesar 2.611.411 hektare.

Namun demikian luasan indikatif Karhutla tahun 2019 masih sangat mungkin untuk meningkat hingga akhir tahun ini.

Lokasi luasan areal terbakar tahun 2019 ini terbesar di Provinsi Kalimantan Tengah dengan luasan mencapai 134.227 hektare, disusul secara berurutan oleh Provinsi Kalimantan Barat seluas 127.462 hektare, Provinsi Nusa Tenggara Timur seluas 119.459 hektare, Provinsi Kalimantan Selatan seluas 131.454 hektare, Provinsi Riau seluas 75.870 hektare, Provinsi Sumatera Selatan seluas 52.716 hektare, Provinsi Kalimantan Timur seluas 50.055 hektare, Provinsi Jambi seluas 39.638 hektare, Provinsi Papua seluas 26.777 hektare, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat seluas 22.046 hektare.

Selebihnya untuk Provinsi lainnya di Indonesia, luasan indikatif Karhutla di bawah angka 20 ribu hektare.

Raffles pun menjelaskan jika upaya penanganan Karhutla sampai saat ini terus dilakukan.

Bila kondisi hotspot seluruh Indonesia pada Bulan Oktober ini mulai mengalami penurunan setelah mencapai puncaknya pada bulan September 2019.

Bahkan di Pulau Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan jumlah hotspot sudah tidak terpantau lagi melalui satelit NOAA dan Terra Aqua confidence level >= 80 persen (lebih besar sama dengan).

Hal ini merujuk pada data lima hari terakhir yaitu tanggal (16 s.d 20 Oktober 2019).

“Jumlah hotspot per 20 Oktober 2019 masih cukup banyak terdeteksi di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu berurutan 11 dan enam hotspot atau titik panas berdasarkan satelit NOAA dan Terra Aqua confidence level >= 80,” papar Raffles. (*)