Cerdas Konsumsi Makanan Cegah Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Michael Bucki, Konselor Perubahan Iklim dan Lingkungan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, bersama Max Mandias, Co-Founder dan Executive Chef Burgeens, melakukan demo masak. Foto : EUPOP Indonesia
Michael Bucki, Konselor Perubahan Iklim dan Lingkungan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, bersama Max Mandias, Co-Founder dan Executive Chef Burgeens, melakukan demo masak. Foto : EUPOP Indonesia

TROPIS.CO, JAKARTA – Warga dunia saat ini terus berupaya keras untuk mencegah kenaikan suhu yang semakin berbahaya bagi kelestarian lingkungan dan keselamatan bumi.

Cerdas dalam mengonsumsi makanan sehari-hari bisa menjadi aksi sederhana seorang individu untuk mencegah pemanasan global dan perubahan iklim.

Hal ini diungkap dalam kegiatan unik yang memadukan sesi diskusi tentang perubahan iklim dan demo masak bertema “Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab Ala Mediterania” yang diselenggarakan oleh Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, bekerja sama dengan Istituto Italiano di Cultura Jakarta (Pusat Kebudayaan Italia di Jakarta), dan Burgreens, Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Kegiatan ini merupakan bagian dari Pekan Diplomasi Iklim Uni Eropa 2019 yang diselenggarakan secara serempak oleh negara-negara anggota Uni Eropa di seluruh dunia, mulai 23 September hingga 6 Oktober 2019.

“Pola makan seseorang akan menghasilkan jejak karbon yang berbeda-beda.”

“Menurut data riset Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), seorang pecinta daging akan menghasilkan 3,3 CO2 per 2.600 kilo kalori dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.”

“Sedangkan seorang penganut pola makan vegan hanya menghasilkan 1,5 CO2 per jumlah kalori yang sama,” jelas Co-Founder and Managing Director Burgreens, Helga Angelina.

Riset yang sama menunjukkan bahwa intensitas emisi yang dihasilkan dari konsumsi daging adalah 14,1 gram karbon dioksida per kilo kalori, sementara dari konsumsi gandum dan sereal hanya 1,3 gram karbon dioksida per kilo kalori.

“Angka yang dihasilkan sudah memperhitungkan potensi emisi yang dihasilkan dari seluruh kegiatan di rantai pasok jenis makanan tersebut.”

“Mulai dari pemeliharaan sumber pangan hingga menjadi makanan yang siap dikonsumsi di tangan konsumen,” ucap Helga.

Ia menegaskan bahwa pola makan yang menghasilkan emisi tinggi, mengancam kapasitas dan daya tahan bumi dalam menyediakan lingkungan yang sehat bagi manusia.

Produksi sebuah bahan pangan, contohnya daging sapi ternak, berdampak negatif terhadap kesehatan lingkungan.

“Konsekuensi dari tingginya permintaan bagi konsumsi daging sapi adalah deforestasi akibat kebutuhan lahan ternak yang luas, pemborosan penggunaan air, tingginya jumlah limbah yang tidak tertangani lagi, hingga perubahan iklim.”

Ini semua terjadi akibat proses produksi dan konsumsi yang kurang bertanggungjawab.”

“Bila jumlah pakan ternak kita berikan kepada manusia, maka kita dapat mencukupi kebutuhan pangan untuk 4 miliar manusia yang makan protein nabati,” urainya.

Diskusi ini juga menyentuh kekhawatiran terhadap pengambilan ikan dalam jumlah yang sangat tinggi – lebih dari 2,7 triliun ikan per tahunnya, kerusakan habitat – misalnya terumbu karang, punahnya hewan liar dari lingkungan alam – serta besarnya jumlah sampah plastik yang dihasilkan dari kegiatan memancing atau mengambil ikan.

National Geographic memprediksikan bila kita tidak mengurangi jumlah konsumsi ikan dan mengganti cara memancingnya, kita akan kehilangan semua spesies ikan pada tahun 2048 nanti.

Co-Founder and Executive Chef Burgreens, Max Mandias, kemudian memperkenalkan pola makan yang bijak dalam mengantisipasi perubahan iklim.

“Pada prinsipnya, sangat dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang dominan berbasis nabati, diolah dengan proses masak yang minimum, mengganti protein hewani ke protein nabati, mengurangi pemanfaatan minyak dan beralih kepada minyak kelapa, menggunakan bahan baku yang ditanam secara berkelanjutan dari sumber-sumber lokal, sedapat mungkin bersifat organik atau hidroponik, serta rendah limbah,” tutur Max.

Ia merujuk pada gaya konsumsi mediterania yang khas dan dominan dengan sayur segar, terutama tomat, kacang merah dan garbanzo, serta minyak zaitun.

“Berkat pola makan sehat, penduduk Sardinia di Italia tercatat sebagai wilayah dengan usia hidup tertinggi di dunia.”

“Kalangan pria di sana mencapai usia hidup rata-rata 100 tahun atau dikenal sebagai centeranians,” puji Max.

Ia juga mencontohkan wilayah Ikaria di Yunani yang terkenal sebagai wilayah dengan angka dimensia terendah di dunia.

Max mendemonstrasikan pembuatan Green Smoothies, Nut Mylk dan Vegan Shakes, Plant-based Meals dan Healthy Dessert, resep-resep khas unggulan Burgreens.

Kedua pendiri Burgreens ini menegaskan bahwa pilihan makan terbaik bagi kesehatan diri dan bumi adalah makanan yang sarat sayur dan buah, melibatkan pilihan sumber protein yang bervariasi menjauh dari daging, serta membiasakan diri dengan ragam biji-bijian.

“Jadikan air putih sebagai pilihan minuman, karena cairan bisa diperoleh dari jenis pangan dan sumber-sumber lainnya,” ujar Max.

Inovasi produksi dan konsumsi yang bertanggungjawab, menambah daftar upaya yang lahir dari tangan para pemuda untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Ini selaras dengan tema Pekan Diplomasi Iklim Uni Eropa tahun ini; “Anak Muda dan Aksi Iklim”.

Pekan Diplomasi Iklim 2019 terdiri dari serangkaian kegiatan tematik di Jakarta, maupun di luar Jakarta, yang merupakan cara kreatif Uni Eropa dalam mengampanyekan perubahan iklim.

Tahun ini, Uni Eropa berkolaborasi dengan tujuh kedutaan besar negara-negara anggota UE, 18 organisasi masyarakat serta 12 pemimpin opini (selebriti).

Uni Eropa berkolaborasi dengan mereka yang bekerja keras dalam memecahkan persoalan-persoalan perubahan iklim di bidang pelestarian hutan dan laut, energi terbarukan, produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, serta perencanaan tata kota yang berwawasan hijau.

Di samping sejumlah forum diskusi, Pekan Diplomasi Iklim 2019 juga menyajikan berbagai kegiatan lain seperti lokakarya, kompetisi dan permainan, demo masak, program pembersihan lingkungan, pemutaran film dan masih banyak lagi. (*)