Bila Para Dekan Fakultas Kehutanan Mengkhawatirkan RUU Pertanahan

Sejumlah Dekan Fakultas Kehutanan Se-Indonesia menyampaikan pernyataan sikap berkaitan dengan RUU Pertanahan yang kini lagi dibahas Panja Komisi II DPR RI dengan Kementerian ATR/BPN. Foto : Istimewa
Sejumlah Dekan Fakultas Kehutanan Se-Indonesia menyampaikan pernyataan sikap berkaitan dengan RUU Pertanahan yang kini lagi dibahas Panja Komisi II DPR RI dengan Kementerian ATR/BPN. Foto : Istimewa

TROPIS.CO, BULAKSUMUR – Forum Pimpinan Lembaga Pendidikan Tinggi Kehutanan Indonesia atau FOReTIKA, menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan memerlukan kajian lebih intensif dengan melibatkan para pihak, termasuk para akademisi bidang kehutanan.

Bila rancangan undang-undang ini dipaksakan untuk disahkan maka dikhawatirkan tidak dapat menjadi solusi terhadap permasalahan pertanahan.

Demikian salah satu butir pernyataan sikap para dekan Fakultas Kehutanan se-Indonesia yang disampaikan di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta, Kamis (11/7/2019) dan dibacakan oleh Ketua FOReTIKA Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.

Pernyataan ini terkait dengan RUU Pertanahan yang kini tengah dibahas oleh Panitia Kerja Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Penyampaian pandangan oleh para dekan Fakultas Kehutanan menjadi penting, karena baik langsung maupun tidak langsung RUU Pertanahan diperkirakan akan mempengaruhi keberlangsungan sumberdaya alam hutan dan keberlanjutan pengelolaanya.

Butir-butir pernyataan sikap itu adalah :

1. FOReTika mengapresiasi upaya penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dituangkan dalam RUU Pertanahan.

Penyempurnaan ini diharapkan dapat menjadi solusi terhadap persoalan pertanahan di Indonesia dan mendorong kinerja pembangunan sektor kehutanan yang pada faktanya masih belum memenuhi asas keadilan dan kemakmuran, serta belum secara maksimal memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

2. Penataan ruang harus memenuhi azas kemakmuran dengan kriteria diantaranya: a. Berkeadilan; b. Memberikan keamanan, kenyamanan, produktif dan berkelanjutan; c. Terhindar dari bencana alam/lingkungan; d. Tidak ada kesenjangan antar daerah; e. Menghasilkan nilai tambah.

3. Hadirnya undang-undang baru, penting mempertimbangkan faktor harmonisasi dan sinkronisasidengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga dapat lebih memastikan tidak terjadinya: konflik, kontradiksi, tumpang tindih, inkonsistensi, kesenjangan hukum dan kesulitan/kendala implementasi.

4. RUU Pertanahan ini diyakini menyangkut kepentingan banyak sektor, termasuk sektor kehutanan dan bukan hanya semata-mata persoalan tanah dan penguasaan lahan. (*)