Ditemukan Bioprospecting Mikroba Pengendali Ekosistem Gunung Ceremai

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosisitem Wiratno (tengah), menuturkan, hasil tersebut menandakan kawasan hutan konservasi memiliki nilai sumberdaya biologi yang sangat penting dalam menunjang kegiatan budidaya masyarakat sekitar. Foto : KLHK
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosisitem Wiratno (tengah), menuturkan, hasil tersebut menandakan kawasan hutan konservasi memiliki nilai sumberdaya biologi yang sangat penting dalam menunjang kegiatan budidaya masyarakat sekitar. Foto : KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Kendati belum diketahui pasti berapa ketinggian kadar kimia terhadap tanaman hortikultura milik petani di sekitar kawasan Gunung Ceremai, Jawa Barat, Dr. Suryo Wiyono mengingatkan untuk diantisipasi dan menjadi perhatian serius agar tidak menggangu keseimbangan ekosistem.

Tak sebatas dampak lingkungan tapi juga akan berpengaru pada kesehatan masyarakat yang mengkomsumsi sayur mayur karena kandungan pestisida yang melebihi ambang batas.

“Belum diketahui berapa tinggi kadar kimianya, tapi dapat diprediksi karena mereka membasmi hama tanaman menggunakan pestisida, itu rutin dalam tempo yang relatif pendek,” kata Suryo di Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Suryo Wiyono memaparkan itu dalam pertemuan pers yang juga dihadiri Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, Wiratno, Kepala Balai TNGC Kuswandono, dan sejumlah pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Peneliti dari Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) ini mengatakan bahwa para petani melakukan pembasmi hama dengan menggunakan pestisida pada tanaman rata rata dalam kisaran dua minggu.

Kecuali pada tanaman kentang, terkadang mereka melakukan penyemprotan hampir dua hari sekali.

Kondisi ini menuntut adanya solusi dengan harus ditemukan alternatif agar masyarakat tani beralih pada jenis pupuk dan obat obatan yang tak lagi mengandung kimia.

Namun harga produk penggantinya terjangkau dengan daya beli masyarakat dan dalam.hitungan bisnis usaha tani masih menguntungkan petani.

Atas dasar itu, Padmo Wiyoso, yang pernah menjadi Kepala Balai Tanam Nasional Gunung Ceremai (TNGC), merasa prihatin akan kondisi itu.

Dia mengajak Dr. Suryo Wiyono dari Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB sejak Agustus melakukan penelitian untuk menemukan alternatif substitusi bahan kimia dengan produk ramah lingkungan dan tak membahayakan kesehatan bagi yang mengkonsumsi produk pertanian dari TNGC dan sekitarnya.

Penelitian itu telah membuahkan hasil dengan ditemukannya cendawan patogen serangga hama, khususnya pada kelompok wereng dan kutu kutuan, Hirsutella sp dan Lecanicillium sp.

Isolat bakteri pemacu pertumbuhan atau plant Growth promoting Rhizobacreal (PGPR) yaitu C 71.

PGPR mampu meningkatkan panjang akar bibit tomat 42,3 persen dan meningkarkan daya kecambah 17 persen.

Selain mampu membuat tomat lebih tahan penyakit bercak daun.

Ketiga, ditemukannya bakteri PGMJ 1 asal Kemlandingan Gunung dan A 1 asal Anggrek Vanda sp, bakteri yang efektif dalam menekan dampak frost bagi tanaman.

Kedua bakteri ini memiliki tingkat keefektifan 66,6 persen.

Berbagai bioprospecting mikroba yang berguna meningkatkan produktivitas pertanian sehat tanpa pupuk kimia dan pestisida tengah dikembangan TNGC bekerja sama dengan IPB.

Saat ini, ada sebanyak 54 desa yang menjadi penyangga TNGC .

Sebagian besar masyarakatnya petani hortikultura; sayur mayur yang usaha taninya mengunakan bahan kimia, baik untuk penyubur tanaman maupun pembasmi hama. (*)