Lima Resolusi Indonesia Lolos pada Sidang UNEA Keempat

Laksmi Dhewanthi, Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, mengungkapkan bahwa Indonesia berhasil meloloskan lima dari 23 resolusi yang disepakati pada Sidang United Nations Environment Assembly (UNEA) ke-4. Foto : rin/tropis.co
Laksmi Dhewanthi, Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, mengungkapkan bahwa Indonesia berhasil meloloskan lima dari 23 resolusi yang disepakati pada Sidang United Nations Environment Assembly (UNEA) ke-4. Foto : rin/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Indonesia berhasil meloloskan lima dari 23 resolusi yang disepakati pada Sidang United Nations Environment Assembly (UNEA) ke-4, yang berlangsung 4-15 Maret 2019 di Nairobi, Kenya.

Kelima resolusi tersebut meliputi konsumsi dan produksi yang berkelanjutan; pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan; pelestarian hutan bakau; perlindungan ekosistem laut; dan manajemen terumbu karang secara berkelanjutan.

Melalui kelima resolusi tersebut, delegasi Indonesia berusaha mengajak masyarakat global untuk bekerja sama dalam mendukung inisiatif-inisiatif Indonesia.

“Resolusi ini tidak hanya menjawab tantangan lingkungan, tetapi juga akan menunjang secara ekonomi,” ujar Laksmi Dhewanthi, Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, yang dalam sidang tersebut terpilih sebagai salah satu Wakil Presiden UNEA ke-5, bersama wakil Bahrain, saat media briefing di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Manggala Wanabakti, Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Dalam perlindungan ekosistem laut dan pengelolaan lahan gambut misalnya, resolusi sepakat mengapresiasi inisiatif Indonesia dalam pembentukan Regional Capacity Centre for Clean Seas (RC3S) di Bali, dan mendukung International Tropical Peatland Centre (ITPC) di Bogor.

ITPC ini merupakan pusat data dan informasi hasil penelitian serta kajian analisis implementasi konservasi dan restorasi gambut.

Sementara untuk pelestarian hutan bakau (mangrove) Indonesia mengajak negara-negara lain untuk melakukan konservasi, restorasi dan pengelolaan mengrove secara berkelanjutan; mencegah dan mengatasi polusi yang merusak hutan mangrove; mencegah konversi hutan mangrove; meningkatkan riset, pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai pengelolaan mangrove; meningkatkan pemanfaatan jasa lingkungan mangrove; dan memobilisasi berbagai sumber daya untuk konservasi, restorasi dan pengelolaan mangrove secara berkelanjutan.

Indonesia memiliki sekitar 3,49 juta hektare atau 20 persen dari total mangrove dunia, dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Setiap tahunnya Indonesia kehilangan 52.000 hektare mangrove, akibat konservasi lahan, pengembangan daerah pesisir, pencemaran lingkungan, dan eksploitasi sumber daya mangrove yang berlebihan.

Resolusi tersebut sangat penting, karena bagi Indonesia mangrove merupakan sumber produk dan jasa, juga pelindung dari abrasi pantai, angin topan, dan tsunami. (rin)