Pariwisata Berkelanjutan Tingkatkan Ekonomi Rakyat dan Lestarikan Lingkungan

Mahawan Karuniasa, Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network), optimistis pariwisata berkelanjutan bisa selaraskan kepentingan peningkatan ekonomi rakyat dan pelestarian lingkungan. Foto : Istimewa
Mahawan Karuniasa, Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network), optimistis pariwisata berkelanjutan bisa selaraskan kepentingan peningkatan ekonomi rakyat dan pelestarian lingkungan. Foto : Istimewa

TROPIS.CO, BEKASI – Pariwisata sangat berbeda dengan pariwisata berkelanjutan. Bila pariwisata hanya berorientasi pada kegiatan wisata dan fasilitasnya, maka pariwisata berkelanjutan adalah kegiatan wisata dan keberadaan fasilitasnya selain meningkatkan ekonomi wilayah, juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, menjaga kelestarian budaya, dan lingkungannya.

Pemikiran itu diungkapkan Mahawan Karuniasa, Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, dalam pembahasan Program Kerja Monitoring Center for Sustainable Tourism Observatory (MCSTO) di Hotel Horizon, Bekasi, Selasa (12/3/2019).

Saat ini Kementerian Pariwisata sedang mendorong peran akademisi dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.

Jumlah MCSTO pada awal tahun 2019 akan mencapai 12 MCSTO yang akan menangani 10 Destinasi Pariwisata Prioritas dan destinasi lainnya.

MCSTO adalah entitas yang dibentuk atas kerja sama universitas maupun lembaga
penelitian dengan Kementrian Pariwisata, pemerintah daerah, serta World Tourism Organization (UNWTO).

Di seluruh dunia terdapat 25 MCSTO yang telah diakui UNWTO, dan lima diantaranya
berada di Indonesia. Diharapkan, tujuh MCSTO lainnya juga segera diakui secara international.

Pariwisata berkelanjutan terus dikembangkan untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing maupun pertumbuhan wisatawan Nusantara.

Sektor pariwisata ditargetkan menyalip kelapa sawit dalam perolehan devisa.

“Pariwisata berkelanjutan menjadi kunci upaya menjaga pertumbuhan ekonomi pada saat harus menjaga kondisi lingkungan untuk menghadapi perubahan iklim maupun target Sustainable Development Goals (SDGs),” papar Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) itu.

Mahawan menuturkan bahwa pariwisata berkelanjutan sangatlah unik, mampu menambah nilai ekonomi sawah dari sekedar panen gabah, menjadi lebih mahal untuk selfie ketimbang dipanen.

“Hutan menjadi lebih menguntungkan dipandang daripada ditebang. Momentum ini harus dijaga untuk menghadapi periode 2020-2030, dekade penting dalam menghadapai isu lingkungan global,” pungkasnya. (*)