Langkah Korektif Menteri LHK Tepis Terbenamnya Industri Kehutanan

Direktuk Eksekutif Asosiasi Perusahaan Hutan Indonesia ( APHI) Purwadi Soeprihanto mengakui, membaiknya tren bisnis perkayuan nasional hingga meningkatnya nilai ekspor, lebih dikarenakan langkah koreksi yang ditempuh Menteri LHK, Siti Nurbaya. Foto : Istimewa
Direktuk Eksekutif Asosiasi Perusahaan Hutan Indonesia ( APHI) Purwadi Soeprihanto mengakui, membaiknya tren bisnis perkayuan nasional hingga meningkatnya nilai ekspor, lebih dikarenakan langkah koreksi yang ditempuh Menteri LHK, Siti Nurbaya. Foto : Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Langkah korektif yang dilakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam penatakelolaan industri kehutanan telah menepis penilaian sunsetnya industri kehutanan nasional.

Berbagai koreksi itu telah mampu meningkatkan daya saing produk industri kehutanan nasional, hingga bermuara melambung tingginya devisa yang diperoleh dari ekspor industri kehutanan, tahun 2018.

Tahun 2018 kemarin devisa yang dihasilkan dari produk kehutanan mencapai US$12,7 miliar, dan ini merupakan devisa terbesar dalam kurun 10 tahun terakhir.

Terbesar dihasilkan oleh industri pulp dan paper.

Direktuk Eksekutif Asosiasi Perusahaan Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengakui, membaiknya tren bisnis perkayuan nasional hingga meningkatnya nilai ekspor, lebih dikarenakan langkah koreksi yang ditempuh Menteri LHK, Siti Nurbaya.

“Berbagai langkah koreksi ini telah mengangkat kembali gairah bisnis kehutanan, dan menepis anggapan sunsetnya industri kehutanan nasional,” Purwadi saat bicara dalam Dialog dan Refleksi Akhir Tahun Kementerian lingkungan hidup dan Kehutanan di Jakarta belum lama ini

Langkah koreksi itu pun diakuinya tak hanya menggairah di sektor hilir, tapi juga di sektor hulu demgan meningkatnya produksi kayu bulat sebagai sumber bahan baku industri.

Hal yang lebih membanggakan lagi, kian luasnya hutan tanaman yang dikembangkan masyarakat. Terutama di Jawa, hingga kemudian menjamurnya industri perkayuan di Jawa, dengan menjadikan kayu sengon atau albasia dan jabon sebagai bahan baku.

Di tahun 2018, dari sekitar 43 juta m3 produksi kayu bulat nasional, sekitar 37 juta m3 diantaranya berasal dari hutan tanaman, baik yang dikembangkan dunia usaha, berupa Hutan Tanaman Industri (HTI), maupun hutan rakyat.

Produksi kayu dari hutan alam kata Purwadi akan diarahkan ke industri dengan produk bernilai premium (nieche market), sedangkan produksi kayu dari hutan tanaman akan diarahkan ke industri dengan sifat mass production.

Bukan hanya dari aspek perolehan devisa, namun langkah koreksi itu, industri kehutananpun telah berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca. (*)