Pemerintah Hapus Pungutan Ekspor CPO dan Turunannya Jika Harga di Bawah US$500/Ton

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (tengah) dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil (ketiga dari kiri) menyampaikan kebijakan baru Pemerintah guna melindungi supply dan harga CPO Indonesia. Foto : GAPKI
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution (tengah) dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil (ketiga dari kiri) menyampaikan kebijakan baru Pemerintah guna melindungi supply dan harga CPO Indonesia. Foto : GAPKI

TROPIS,CO, JAKARTA – Guna membantu harga di level petani akibat turunnya harga crude palm oil (CPO) belakangan ini, Pemerintah melakukan emergency measure dengan menyesuaikan pungutan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) terhadap CPO dan produk turunannya.

Kebijakan baru Pemerintah ini diterapkan karena harga CPO terus menurun hingga 23 November 2018 telah menyentuh angka US$410/ton.

“Kami membahas pergerakan harga yang menurun dengan sangat cepat pada seminggu terakhir.”

“Padahal delapan hingga sembilan hari yang lalu masih bertahan cukup lama di kisaran US$530/ton,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat konferensi pers hasil Rapat Komite Pengarah BPDP-KS tentang Penetapan Pungutan BPDP-KS dan Implementasi Biodiesel di kantornya, Jakarta, Senin (26/11/2018).

Menko Darmin menyatakan, kondisi saat ini memang membutuhkan emergency measure untuk ikut membantu harga di level petani.

Penyesuaian dari pungutan ekspor yang diputuskan dalam rapat ini akan diterapkan untuk sementara waktu.

Apabila harga sudah mulai membaik ke level US$550/ton, maka pungutan akan dikembalikan ke mekanisme pungutan awal.

Senada dengan Menko Perekonomian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengungkapkan, kebijakan ini diambil karena kondisi darurat.

Pemerintah harus mengintervensi agar supply tidak berlebihan, sekaligus agar harga juga bisa berpihak dan menjamin kepentingan petani maupun industri.

“BPDP-KS adalah instrumen kebijakan publik yang dewan pengarahnya adalah beberapa menteri.”

“Jika tidak ada instrumen ini akan sangat sulit kita merespons kondisi saat ini,” ungkap Menteri Sofyan.

Adapun mekanisme pungutan ekspor yang diputuskan oleh Komite Pengarah BPDP-KS adalah sebagai berikut:

CPO : pungutan sekarang US$50/ton akan dihapuskan atau menjadi 0 bila harga kurang dari US$500/ton; pungutannya menjadi US$25/ton jika harga diantara US$500/ton sampai dengan US$549/ton; jika harga lebih dari US$549/ton maka pungutannya US$50/ton.

Turunan 1 : pungutan sekarang US$30/ton akan dihapuskan atau menjadi 0 bila harga kurang dari US$500/ton; pungutannya menjadi US$10/ton jika harga harga diantara US$500/ton sampai dengan US$549/ton; bila harga lebih dari US$549/ton maka pungutannya menjadi US$30/ton.

Turunan 2 : pungutan sekarang US$20/ton akan dihapuskan atau menjadi 0 bila harga kurang dari US$500/ton; pungutannya menjadi US$5/ton jika harga harga diantara US$500/ton sampai dengan US$549/ton; bila harga lebih dari US$549/ton maka pungutannya menjadi US$20/ton.

Menko Perekonomian meyakinkan, publik tidak perlu khawatir dengan adanya kebijakan ini, BPDP-KS tetap memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan program kelapa sawit lainnya.

“Program B-20, Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dan sebagainya tetap akan berjalan normal. Dana BPDP-KS lebih dari cukup,” tutur Menko Darmin.

Sementara mengenai implementasi pemberlakuan kebijakan ini akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan.

“Saya sudah sepakat dengan Menteri Keuangan. Dia akan menandatangani kebijakan ini sepulang dari Argentina.”

“Tentu saja kebijakan ini akan mulai berlaku sejak PMK-nya keluar,” ujar Menko Darmin.

Rapat juga menyepakati perlunya penguatan pengumpulan data dari semua perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar kelapa sawit.

Menurut Menko Darmin, pendataan ini sebagai bentuk tata kelola perkebunan Indonesia.

Pendataan ini akan dilakukan bersamaan dengan Program Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan Program Moratorium Kelapa Sawit. (jos)