Indonesia Perlu Target di Bawah 1,5 Derajat Celsius Guna Susun Second NDCs

Ketua Umum Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia Mahawan Karuniasa menegaskan Indonesia butuh Second NDCs untuk memudahkan pencapaian komitmen Paris Agreement dan menjaga keberlanjutan pembangunan nasional. Foto : Jos/tropis.co
Ketua Umum Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia Mahawan Karuniasa menegaskan Indonesia butuh Second NDCs untuk memudahkan pencapaian komitmen Paris Agreement dan menjaga keberlanjutan pembangunan nasional. Foto : Jos/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Indonesia perlu menjadikan isu target dibawah 1,5 derajat Celsius yang disuarakan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) untuk menyusun Second Nationally Determined Contributions (NDCs) Indonesia agar mampu mendukung upaya global, seraya mempertimbangkan dinamika emisi sektor energi dan kehutanan pada dekade 2020-2030, termasuk penguatan aspek adaptasi.

Hal ini disampaikan Mahawan Karuniasa, dosen Ilmu Lingkungan Universitas
Indonesia, sekaligus Ketua Umum Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) dalam diskusi bertema “Transformasi Indonesia Menuju Perekonomian Rendah Karbon yang Inklusif untuk Mencapai Target Paris Agreement”, yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), di Jakarta, Selasa (30/10/2018).

Pada kesempatan tersebut, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR juga menyampaikan bahwa sektor energi perlu melakukan perubahan radikal untuk mencapai target 1,5 derajat Celsius.

Bahkan pembangkit listrik tenaga batu bara maksimal hanya 13 giga Watt saja agar emisi dapat terkendali.

Seperti diketahui bahwa IPCC menyampaikan ringkasan laporannya untuk para pengambil keputusan dari the Special Report on Global Warming of 1,5 derajat Celsius atau disebut SR15 pada 8 Oktober 2018.

Dalam laporan tersebut, hasil penelitian dari ribuan pakar yang terlibat menunjukkan bahwa target agar suhu rata-rata permukaan bumi di bawah 2 derajat Celsius ternyata tidak mencukupi, namun perlu dibawa 1,5 derajat Celsius, agar dampak perubahan iklim tidak mengakibatkan irreversible change pada lingkungan serta dapat dihadapi manusia.

Diperkirakan pada tahun 2030 emisi sektor energi akan mencapai 1,6 giga ton CO2e sedangkan target reduksi 41% First NDC sektor energi yaitu maksimal 1,2 giga ton CO2e.

Di sisi lain sektor kehutanan mengemisi 0,7 giga ton CO2e atau kurang dari separuh emisi dari energi, namun memiliki target harus menekan sampai 0,06 giga ton CO2e.

Sektor energi perlu lebih berambisi dalam melakukan transformasi energi hijau, apalagi saat ini 50% kebutuhan minyak bumi nasional sudah mengimpor.

“Cepat atau lambat, dengan bertambahnya penduduk dan kesejahteraan, impor minyak bumi akan terus meningkat.”

“Jadi kita membuang devisa untuk menghasilkan emisi di bumi Indonesia, hal ini tentu sangat ironis dalam upaya pengendalian perubahan iklim.”

“Oleh karena itu, kita butuh Second NDCs Indonesia untuk memudahkan pencapaian komitmen Paris Agreement dan menjaga keberlanjutan pembangunan nasional,” pungkas  Mahawan Karuniasa. (*)