Perlu Revolusi Mental Global Guna Merawat Laut Dunia

Ada sejumlah masalah kelautan yakni kesehatan dan kebersihan laut, pencemaran laut, pemanasan suhu air laut dan kenaikan permukaan laut maupun tindak kriminal di wilayah laut dan penangkapan ikan ilegal. Foto : Kompasiana
Ada sejumlah masalah kelautan yakni kesehatan dan kebersihan laut, pencemaran laut, pemanasan suhu air laut dan kenaikan permukaan laut maupun tindak kriminal di wilayah laut dan penangkapan ikan ilegal. Foto : Kompasiana

TROPIS.CO, NUSA DUA – Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat dunia untuk bersama-sama menangani tantangan dan masalah kelautan.

“Jangan terlambat berbuat untuk laut kita. Satu negara tidak dapat menangani tantangan yang kita hadapi.”

“Satu negara tidak dapat mengoptimalkan manfaat laut bagi masyarakat dunia,” kata Presiden dalam sambutan pembukaan Our Ocean Conference 2018 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali, Senin (29/10/2018).

Menurutnya, revolusi mental perlu dilakukan untuk menangani masalah kelautan dan mengelola kelautan secara berkesinambungan.

Dia juga meminta konferensi kelautan menjadi penggerak revolusi mental global dalam merawat kelautan.

“Indonesia sudah bertekad untuk menjadi kekuatan maritim dunia. Untuk itu Indonesia telah membuat kebijakan kelautan Indonesia dan rencana aksinya.”

“Dalam empat tahun terakhir, berbagai langkah telah dilaksanakan, termasuk meningkatkan konektivitas melalui tol laut dengan memperkuat armada laut dan pembangunan 477 pelabuhan, pengurangan polusi laut dengan target pengurangan sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada tahun 2025,” ujar Presiden terkait upaya Indonesia dalam menjaga kelautan.

Presiden menambahkan, perlu kerja sama yang dilakukan oleh segala sektor untuk menyelesaikan masalah kelautan.

Sejumlah masalah kelautan juga disebutkan Presiden, yakni kesehatan dan kebersihan laut, pencemaran laut, pemanasan suhu air laut dan kenaikan permukaan laut maupun tindak kriminal di wilayah laut dan penangkapan ikan ilegal.

Tema yang diangkat pada OOC 2018, yakni Samudera Kita, Warisan Kita.

Pertemuan itu melibatkan sejumlah pemangku kepentingan terkait kelautan, seperti pemerintah, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta organisasi internasional, dan akademisi.

Rencananya, OOC 2018 dihadiri oleh lebih dari 1.900 perwakilan dari 70 negara dan beberapa kepala negara maupun perwakilannya, yakni Presiden Palau Thomas E Remengesau, Presiden Nauru Baron Waqa, Pangeran Albert II dari Monaco, Presiden Kepulauan Mikronesia Peter Martin Christian, Wakil Presiden Panama Isabel de Saint Malo de Alvarado, dan Wakil Presiden Seychelles Vincent Emmanuel Angelin Meriton.

Sebanyak enam bidang kerja sama yang diprioritaskan dalam OOC 2018, yaitu penanganan polusi perairan laut, perlindungan kawasan perairan laut, perikanan berkelanjutan, penanganan sejumlah dampak perubahan iklim di laut, ekonomi biru berkelanjutan dan keamanan maritim.

Konferensi itu diharapkan dapat menghasilkan sejumlah dampak yang terukur, dan berkelanjutan di sektor kerja sama kelautan antara negara-negara. (*)