Indonesia Masuki Generasi Baru Pengambil Kebijakan Investasi

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro optimistis investasi di Tanah Air akan meningkat seiring yakni reformasi administasi dan reformasi sektoral yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Foto : Antara
Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro optimistis investasi di Tanah Air akan meningkat seiring yakni reformasi administasi dan reformasi sektoral yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Foto : Antara

TROPIS.CO, JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini Indonesia tengah memasuki generasi baru dalam pengambilan kebijakan terkait investasi.

“Secara fundamental, generasi baru tersebut terbagi atas dua strategi kebijakan, yakni reformasi administasi dan reformasi sektoral,” ujar Bambang di Jakarta, Jumat (26/10/2018).

Salah satu contoh konkret kebijakan reformasi administrasi adalah pembentukan Online Single Submission (OSS) Center yang melibatkan dan mengintegrasikan 22 kementerian/lembaga yang berkewajiban untuk menerbitkan lisensi bisnis atau investasi di bawah satu payung konsolidasi yang sama sehingga investor semakin tertarik untuk berinvestasi.

Sebagai tindak lanjut impelentasi OSS, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018, Pemerintah Indonesia juga memberlakukan Electronic Single Submission System, yang bertujuan untuk menyediakan layanan terintegrasi yang lebih simpel, cepat, dan transparan.

Terkait reformasi sektoral, Pemerintah Indonesia tengah berusaha untuk mendukung penuh investasi di bidang infrastruktur melalui tiga strategi utama sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Pertama, pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar seperti air minum, sanitasi, listrik dan perumahan.

Kedua, pemberian dukungan sektor-sektor terdepan dengan membangun konektivitas melalui jalan tol laut, transportasi intermoda, serta pelayanan daring seperti e-Government, e-Health, e-Education, e-Logistic, e-Commerce, juga sektor energi.

Ketiga, pemberian dukungan transportasi urban, di antaranya melali pembangunan sistem transportasi massal intermoda berbasis jalan dan rel.

Selain isu reformasi administrasi dan reformasi sektoral, Indonesia juga menghadapi dua isu penting terkait implementasi dan realisasi investasi di Indonesia, yaitu kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) dan Daftar Negatif Investasi (DNI) atau Investment Negative List.

Menurut laporan EoDB dari Bank Dunia, Indonesia tercatat sebagai negara berpredikat Top Regulation Reform karena secara konsisten telah berhasil memperbaiki peringkat EoDB dari 106 di 2016, 91 di 2017, hingga 72 di 2018.

Sesuai mandat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Pemerintah Indonesia kini berupaya untuk meraih posisi 40 dalam peringkat EoDB pada 2019 mendatang.

Guna mengatasi isu DNI agar fasilitas investasi dapat tersedia di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan revisi DNI, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016.

Peraturan tersebut menegaskan tujuh sektor yang kini 100 persen terbuka bagi investasi langsung asing atau Foreign Direct Investment (FDI), yaitu distributor yang berafiliasi dengan produksi, bahan mentah untuk farmasi, kerja sama e-Commerce dengan usaha kecil dan menengah (UKM), marketplace, industri film, layanan infrastruktur transportasi dan pendukungnya, dan pariwisata.

Meski FDI turun 41 persen di semester pertama 2018, realisasi investasi Indonesia masih didominasi FDI, dengan share FDI sebesar 56,6 persen dari total FDI ditambah Investasi Langsung Domestik atau Domestic Direct Investmet (DDI).

Pertumbuhan FDI pun tercatat menurun 2 persen di semester pertama 2018.

Secara umum, terdapat koneksi antara DNI dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Pemerintah sangat menyadar bahwa target pembangunan infrastruktur tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan satu pendekatan pendanaan, mengingat terbatasnya anggaran pemerintah yang hanya mampu membiayai 41,3 persen total kebutuhan infrastruktur senilai US$148,2 miliar.

Sisa kebutuhan infrastruktur sebesar 22,2 persen atau senilai senilai US$79,8 miliar dan 36,5 persen lainnya atau senilai US$131,1 miliar diharapkan dapat dipenuhi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta melalui Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public-Private Partnership dan Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).

Skema PINA melengkapi skema KPBU untuk mengoptimalkan peran BUMN dan sektor swasta dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur di Indonesia.

“Investasi sangat mendukung pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals di Indonesia, terutama dalam meraih Tujuan 8 yaitu Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.”

“Untuk menjawab tantangan peluang penciptaan tenaga kerja, Pemerintah Indonesia telah berhasil menyerap banyak tenaga kerja dalam industri padat karya, baik melalui FDI dan DDI, dalam kurun waktu 2018 hingga semester pertama 2018,” ujar Bambang.

Penyerapan pekerja tersebut tersebar di tiga sektor. Pertama, sektor primer, meliputi tanaman pangan dan perkebunan, pertambangan, peternakan, dan kehutanan.

Kedua, sektor sekunder, yakni industri makanan, industri bahan kimia dasar dan produk kimia, industri bahan logam dasar dan produk logam, industri tekstil, bahan kulit dan produk kulit, termasuk industri sepatu.

Ketiga, sektor tersier, mencakup transportasi, pergudangan, telekomunikasi, kelistrikan, gas, air, konstruksi, hotel dan restoran, juga layanan lainnya.

“Dengan perbaikan terus-menerus, Indonesia akan mampu meraih target SDGs yang telah ditetapkan,” pungkasnya. (*)