90 Persen Lebih Garam Global Mengandung Mikroplastik

Menurut penelitian, dengan asumsi asupan garam 10 gram per hari, konsumen dewasa rata-rata dapat mencerna sekitar 2.000 mikroplastik setiap tahun melalui garam saja. Foto : Pantau.com
Menurut penelitian, dengan asumsi asupan garam 10 gram per hari, konsumen dewasa rata-rata dapat mencerna sekitar 2.000 mikroplastik setiap tahun melalui garam saja. Foto : Pantau.com

TROPIS.CO, JAKARTA – Lebih dari 90 persen merek garam yang disampel secara global mengandung mikroplastik dan jumlah tertinggi bersumber dari Asia, menurut penelitian baru yang dilakukan Profesor di Universitas Incheon Seung-Kyu Kim dan Greenpeace Asia Timur.

Penelitian yang telah diterbitkan di jurnal ilmiah “Environmental Science and Technology” menganalisis 39 merek garam secara global, menunjukkan bahwa kontaminasi plastik dalam garam laut adalah yang tertinggi, diikuti oleh garam danau, kemudian garam batu.

Hal ini sebuah indikator tingkat polusi plastik di daerah-daerah sumber garam tersebut.

“Penelitian terbaru telah menemukan plastik dalam makanan laut, margasatwa, air keran, dan sekarang dalam garam.”

“Sudah jelas bahwa kita tidak bisa melarikan diri dari krisis plastik ini, terutama karena sampah plastik terus memasuki perairan dan lautan kita,” tutur juru kampanye Greenpeace Asia Timur, Mikyoung Kim, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (19/10/2018).

Hanya tiga dari merek garam yang diteliti tidak mengandung partikel mikroplastik dalam sampel yang direplikasi.

“Kita harus menghentikan polusi plastik pada sumbernya. Demi kesehatan manusia dan lingkungan kita, sangat penting bagi perusahaan untuk mengurangi ketergantungan mereka pada plastik sekali pakai dengan segera,” ujar Mikyoung Kim.

Penelitian mengenai pencemaran mikroplastik dalam garam merupakan penelitian yang pertama dalam hal skala untuk melihat tingkat kontaminasi dari penyebaran geografis dari garam laut, korelasinya dengan pelepasan, dan tingkat pencemaran plastik terhadap lingkungan.

Studi ini menyoroti Asia sebagai titik panas untuk polusi plastik global yang berarti bahwa ekosistem dan kesehatan manusia di pinggiran laut Asia berpotensi berada pada risiko yang lebih besar karena polusi mikroplastik laut yang parah.

Dalam satu sampel garam laut dari Indonesia, para peneliti menemukan jumlah mikroplastik tertinggi.

Menurutnya, Indonesia adalah penyumbang sampah plastik terburuk kedua ke lautan dunia.

Dengan asumsi asupan garam 10 gram per hari, konsumen dewasa rata-rata dapat mencerna sekitar 2.000 mikroplastik setiap tahun melalui garam saja, menurut studi tersebut.

Bahkan ketika sampel garam Indonesia yang sangat terkontaminasi dikeluarkan dari penelitian ini, rata-rata orang dewasa masih bisa mengonsumsi ratusan mikroplastik setiap tahun.

“Temuan ini menunjukkan bahwa konsumsi mikroplastik manusia melalui produk laut sangat terkait dengan emisi plastik di wilayah tertentu.”

“Untuk membatasi paparan terhadap mikroplastik, langkah-langkah pencegahan diperlukan, seperti mengendalikan pelepasan sampah dari sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik dan yang lebih penting, mengurangi sampah plastik,” ungkap Profesor Seung-Kyu Kim.

Awal bulan Oktober 2018, Greenpeace bersama dengan koalisi Break Free From Plastic merilis laporan yang menyebut Coca Cola, Pepsi Cola, dan Nestle sebagai sejumlah perusahaan yang kemasannya masih bergantung pada plastik sekali pakai yang mencemari lautan dan saluran air secara global. (*)