Validitas Data Saksi Ahli KLHK Diragukan

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani (kanan) dan Prof Bambang Hero Saharjo siap hadapi gugatan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP). Foto : Joe/tropis.co
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani (kanan) dan Prof Bambang Hero Saharjo siap hadapi gugatan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP). Foto : Joe/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Gugatan yang dilakukan PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) terhadap saksi ahli Prof Bambang Hero merupakan rentetan dari bentuk ketidakpercayaan terhadap kepakaran dari saksi ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam perkara kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Sebelumnya, kolega Bambang yakni Basuki Wasis yang juga merupakan saksi ahli terlebih dahulu digugat di Pengadilan yang sama dan berujung dengan putusan perdamaian.

Basuki Wasis mengakui ada kesalahan dan menarik kembali surat keterangan ahli perusakan lingkungan hidup yang dibuatnya.

Pakar hukum kehutanan DR Sadino mengingatkan, jika gugatan yang disampaikan menyangkut validitas data, pihak yang dirugikan bisa menggugat.

Apalagi sebagai saksi ahli yang bersangkutan tidak sekedar memberikan keterangan normatif, namun juga mengambil sampel serta melakukan penelitian di lapangan.

Dalam kegiatan penelitian pastinya ada data koordinat, luasan kebakaran dan lokasi kebakaran.

Dalam penyajian data koordinat saja misalnya ada hal yang patut diduga karena menggunakan sampel pada wilayahnya berbeda.

Seorang saksi ahli, kata Sadino, seharusnya hanya menyampaikan fakta yang ada dan bukan mengolah data.

“Hal ini juga patut dipertanyakan, mengapa seorang saksi ahli menyajikan semua data sendiri,” tutur Sadino.

Sadino mengingatkan, dalam proses hukum, kesalahan bisa saja terjadi dan tidak ada pihak yang kebal hukum termasuk saksi ahli.

Keberatan yang diajukan perusahaan dalam bentuk gugatan merupakan bagian dari proses peradilan dan bukan merupakan upaya kriminalisasi terhadap akademisi.

”Kata kuncinya adalah menyangkut keraguan perusahaan terkait validitas data,” ucapnya.

Akademisi IPB Prof Yanto Santosa berpendapat, seorang saksi ahli baik yang memberatkan atau meringankan tidak boleh menunjukkan keberpihakannya pada kepentingan kelompok tertentu.

“Tugas saksi ahli adalah memberikan fakta sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya,” kata Yanto.

Disisi lain, proses gugat menggugat dalam proses peradian merupakan hal yang wajar karena kesaksikan harus diuji dan pembuktian dilakukan di pengadilan.

”Jadi ini bukan persoalan kriminal dan mengkriminalkan,” ujar Yanto yang kerap hadir sebagai saksi ahli.

Hanya saja, menurut Yanto, saat ini banyak petisi LSM yang membingungkan mengenai saksi ahli. Mereka (LSM) menempatkan saksi ahli sebagai pembela negara.

“Saksi ahli itu bukan pembela negara dan hanya memberikan kesaksian berdasarkan keilmuan yang dimiliki. Pembela negara itu tugas pengacara,” cetusnya.

Saksi ahli KHLK Prof Bambang Hero Saharjo digugat ke Pengadilan Cibinong oleh PT JJP terkait kapasitasnya sebagai saksi ahli kebakaran hutan pada kasus kebakaran hutan dan lahan yang melibatkan perusahaan perkebunan sawit tersebut.

Kasus ini bergulir sejak 17 September 2018 lalu dengan nomor perkara 223/Pdt.G/2018/PN.Cbi.

PT JJP menggugat Surat Keterangan Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan oleh Bambang Hero Saharjo yang diterbitkan 18 Desember 2013.

Dalam perkara tersebut diduga surat keterangan cacat hukum, tidak memiliki kekuatan pembuktian dan batal demi hukum.

Dalam laporan tersebut Bambang diminta ganti rugi senilai Rp 510 miliar. Dengan rincian kerugian material senilai Rp10 miliar dan kerugian moril sejumlah Rp500 miliar.

Dirut PT Jatim Jaya Perkasa, Halim Gozali mengatakan bahwa surat keterangan yang menjadi referensi untuk menjerat dirinya dan korporasinya tersebut dituding tidak valid.

“Kita tanya lab kualitas udaranya ada alatnya nggak di sana? Kan tidak ada? Angkanya dari mana?” sebut Halim Gozali seperti dikutip Kontan.

Sementara itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengecam perusahaan pembakar hutan PT JJP yang menggugat Prof Dr Bambang Hero Saharjo sebesar Rp 510 miliar. Gugatan itu dilayangkan pasca PT JJP dihukum Rp500 miliar.

“KLHK sangat serius dalam menghadapi kejahatan korporasi di bidang lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani.

Rasio menyatakan, Prof Bambang Hero dan para ahli yang mendukung pemerintah melawan kejahatan LHK adalah pejuang Merah Putih.

Negara wajib melindungi mereka dari ancaman dan tindak pembalasan oleh pelaku kejahatan yang selama ini menikmati hasil kejahatan tersebut.

“Kami akan terus bersama Prof Bambang Hero serta para ahli lainnya dalam menghadapi pembalasan yang dilakukan oleh korporasi pelaku kejahatan, terutama pelaku karhutla,” tegas Rasio.

Bambang menyelesaikan S1 di Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 1987 dan dilanjutkan program Master di Divisi Pertanian Tropis (Division of Tropical Agriculture) Kyoto University pada tahun 1996.

Untuk S3, ia dapat dari Laboratorium Tropical Forest Resources and Environment, Division of Forest and Biomaterial Science Kyoto University tahun 1999.

“Prof Bambang Hero tidak hanya ahli, tapi merupakan akademisi yang berintegritas yang peduli terhadap kepentingan publik dan negara wajib melindunginya dari ancaman pelaku kejahatan lingkungan,” pungkas Ridho. (*)