Kemenkeu Dukung Pengurangan Emisi Karbon CO2

Dirut Geo Dipa Riki Ibrahim memenuhi komitmen dalam penurunan emisi karbon secara masif itu. Foto : Industri Bisnis
Dirut Geo Dipa Riki Ibrahim memenuhi komitmen dalam penurunan emisi karbon secara masif itu. Foto : Industri Bisnis

TROPIS.CO, BALI – Kementerian Keuangan mendukung pengurangan emisi karbon CO2 minimal sebesar 1-2 juta ton pada tahun 2023 dan 6 juta ton pada tahun 2035, sekaligus mengarahkan Geo Dipa sebagai BUMN untuk mengembangkan beberapa pembangkit listrik dari panas bumi.

“Geo Dipa adalah BUMN satu-satunya di Indonesia yang berbisnis pengolahan panas bumi menjadi energi yang langsung berada dibawah kementerian keuangan,” kata Dirut Geo Dipa Riki Ibrahim dalam keterangan pers di Bali, Selasa (9/10/2018).

Menurutnya, Menkeu Sri Mulyani mempertegas komitmen Indonesia untuk perubahan iklim sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahaan Paris Agreement to the United Nations.

Untuk memenuhi komitmen dalam penurunan emisi karbon secara masif itu, GeoDipa mengemban amanat Undang-Undang Panas Bumi Nomor 21 Tahun 2014 Pasal 28, yaitu mendapat penugasan dari pemerintah untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan/atau pemanfaatan energi terbarukan panas bumi.

“Untuk merealisasikan komitmen itu, Geo Dipa akan mengembangkan PLTP Small Scale 10 MW, Binary 10 MW, Pengembangan Area Candradimuka 60 MW, 5×55 MW unit Extension Dieng dan Patuha, Pengembangan lapangan Arjuno Welirang yang memiliki potensi 180 MW serta lapangan Candi Umbul Telomoyo dengan potensi 90 MW,” katanya.

Komitmen itu terkait GeoDipa sebagai BUMN yang juga memiliki fungsi dan peranan penting, antara lain meningkatkan kuantitas dan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh kebutuhan listrik ramah lingkungan.

Selain itu juga membuka dan memperluas lapangan pekerjaan di daerah pelaksanaan proyek itu.

“Terakhir, membantu Pemerintah sebagai price setter dalam pemenuhan listrik ramah lingkungan panas bumi dan mendorong komiditi ekspor berupa penambah devisa, dari penjualan batubara dan migas akibat substitusi pembangkit fosil dengan pembangkit PLTP,” tutur Riki. (*)