Kementerian ESDM Terbitkan Buku Panduan Neraca Gas

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar ungkapkan bahwa NGI diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024. Foto : Kementerian ESDM
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar ungkapkan bahwa NGI diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024. Foto : Kementerian ESDM

TROPIS.CO, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan buku panduan neraca gas bumi untuk kepastian investasi di Indonesia.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra menegaskan buku Neraca Gas Bumi Indonesia (NGI) Tahun 2018-2027 merupakan salah satu buku yang sangat ditunggu oleh para investor, badan usaha dan kementerian atau lembaga karena data dan informasi terkait gas bumi Indonesia sangat dibutuhkan

“Saya tidak mau ada kesalahan data di buku ini, karena rujukan, makanya banyak sekali revisi sebelum buku panduan ini muncul,” kata Arcandra di Jakarta, Senin (1/10/2018).

Menurutnya, buku ini juga sebagai komitmen Kementerian ESDM untuk meningkatkan pemanfaatan sumber energi domestik diantaranya gas bumi yang memiliki cadangan terbukti sekitar 100 Triliun Standar Cubic Feet (TCF) sebagai energi bersih dan ramah lingkungan.

“Hal tersebut sejalan dengan Nawacita Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2014-2019 yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik yang juga dituangkan dalam beberapa paket kebijakan ekonomi,” tutur Arcandra.

Di tahun 2017, ungkapnya, pemanfaatan gas bumi untuk domestik sudah sebesar 59 persen atau lebih besar dari ekspor yang sebesar 41 persen.

Pemanfaatan gas bumi domestik tersebut meliputi sektor industri sebesar 23,18 persen, sektor kelistrikan sebesar 14,09 persen, sektor pupuk sebesar 10,64 persen, lifting migas sebesar 2,73 persen.

Kemudian LNG Domestik sebesar 5,64 persen, LPG Domestik sebesar 2,17 persen dan 0,15 persen untuk Program Pemerintah berupa Jaringan Gas (Jargas) Rumah Tangga dan SPBG.

Sementara ekspor gas pipa sebesar 12,04 persen dan LNG ekspor 29,37 persen.

Perubahan signifikan NGI Tahun 2018-2027 dengan NGI sebelumnya, yaitu pada metodologi proyeksi kebutuhan gas.

Pada NGI sebelumnya, metodologi proyeksi kebutuhan gas digabung antara kebutuhan gas yang sudah kontrak dengan kebutuhan gas yang masih potensial.

“Pada NGI Tahun 2018-2027, proyeksi kebutuhan gas dibagi menjadi tiga skenario utama”.

“Adapun angka 1,1 persen merupakan proyeksi pertumbuhan industri dan angka 5,5 persen merupakan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang digunakan sebagai acuan dalam proyeksi kebutuhan gas ke depan,” kata Arcandra.

Dengan memperhitungkan seluruh potensi pasokan gas bumi Indonesia maka ada tiga skenario pasokan dan kebutuhan gas bumi ke depan.

Skenario pertama, NGI diproyeksikan mengalami surplus gas pada tahun 2018-2027.

Hal tersebut dikarenakan perhitungan proyeksi kebutuhan gas mengacu pada realisasi pemanfaatan gas bumi serta tidak diperpanjangnya kontrak-kontrak ekspor gas pipa atau LNG untuk jangka panjang.

“Skenario kedua, NGI diproyeksikan tetap surplus pada tahun 2018-2024. Sedangkan pada tahun 2025-2027 terdapat potensi dimana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan.”

“Namun hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti Blok Masela dan Blok East Natuna,” ujarnya.

Proyeksi kebutuhan gas pada skenario kedua, menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100 persen, pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027.

Asumsi pertumbuhan gas bumi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yaitu 5,5 persen untuk sektor Industri Retail, Pelaksanaan Refinery Development Master Plan (RDMP) sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.

Skenario ketiga, lanjut Arcandra, NGI diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024, sedangkan tahun 2018 tetap mencukupi sesuai realisasi dan rencana tahun berjalan.

“Pada tahun 2025-2027, sebagaimana skenario kedua, terdapat potensi di mana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan, namun hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti Blok Masela dan Blok East Natuna,” paparnya.

Proyeksi kebutuhan gas pada skenario ketiga antara lain menggunakan asumsi pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100 persen, dan pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027.

Sementara itu Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto mengatakan, NGI merupakan gambaran pasokan dan kebutuhan gas bumi nasional jangka panjang yang mencakup berbagai skenario proyeksi yang mungkin akan terjadi di masa mendatang.

Dengan demikian, sektor lain seperti industri, ketenagalistrikan, dan kegiatan ekonomi lainnya mendapatkan gambaran pengembangan lebih jelas.

“Dengan diluncurkannya buku ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi investor dan calon investor, Badan Usaha kementerian atau lembaga serta kademisi yang bertujuan mendukung dan menciptakan tata kelola gas bumi Indonesia yang kokoh,” pungkas Djoko. (*)