KLHK Berikan Tanah Hutan Negara pada Petani Guna Digarap Jadi Perhutanan Sosial

Pada program perhutanan sosial warga secara legal diakui negara mengelola kawasan lahan hutan negara dengan pola argoforesty. Foto : Kementerian LHK
Pada program perhutanan sosial warga secara legal diakui negara mengelola kawasan lahan hutan negara dengan pola argoforesty. Foto : Kementerian LHK

TROPIS.CO, CIANJUR – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan tanah hutan negara seluas 21,5 hektare di Kampung Tunggilis, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Cianjur, Jawa Barat, untuk digarap petani sekitar.

“Sebelumnya pihak kementerian menargetkan dapat menyalurkan 180 hektare hutan milik negara di wilayah Cianjur untuk digarap menjadi lahan perhutanan sosial pada 2018,” kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto, di Cianjur, Minggu (30/9/2018).

Ia mengatakan dalam waktu dekat pihaknya juga akan memberikan legalitas ratusan hektare lahan di Cianjur pada petani.

“Dalam waktu dekat akan disalurkan legalitas untuk 160 hektare lahan garapan untuk petani di Desa Pakuwon, Kecamatan Sukaresmi, seluas 50 hektare, 70 hektare di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet dan 40 hektare di Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang,” tuturnya.

Tingkat nasional, pihaknya menargetkan lahan hutan negara seluas 12,7 juta hektare dapat digarap petani di seluruh Indonesia melalui program perhutanan sosial.

“Target kami hingga akhir tahun dapat tercapai sampai 2,5 juta hektare dan tahun depan dipercepat 1 juta hektare lahan dapat digarap petani di seluruh Indonesia,” ungkap Bambang.

Sementara itu Kampung Sarongge, Desa Ciherang, termasuk ke dalam wilayah yang ditargetkan pemerintah dapat menerima manfaat program perhutanan sosial dengan berbagai pertimbangan salah satunya sebagai wilayah cagar biosfer penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Selama ini, pihaknya mencatat Sarongge merupakan wilayah kemitraan konservasi dalam konteks perhutanan sosial.

Pada program perhutanan sosial warga secara legal diakui negara mengelola kawasan lahan hutan negara dengan pola argoforesty.

“Pengelolaannya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), koperasi, atau badan hukum lainnya yang penting peran pendamping untuk mengarahkan wilayah mana yang boleh dan tidak boleh digarap petani,” pungkas Bambang.

Tujuan akhir dari program perhutanan sosial adalah membantu meningkatkan kesejahteraan petani serta dari sisi ekologis untuk penutupan lahan karena petani diberikan ruang untuk menggarap lahan hutan negara tanpa dihantui rasa was-was akan terjadinya konflik agraria. (*)