Kelebihan Stok Sawit, Pemerintah Mesti Ambil Tindakan

DMSI juga mengusulkan agar Dana Pungutan ekspor biodiesel juga dapat diturunkan dari US$20 per ton menjadi US$5 per ton agar stok sawit berlebih bisa terserap. Foto : Jos/tropis.co
DMSI juga mengusulkan agar Dana Pungutan ekspor biodiesel juga dapat diturunkan dari US$20 per ton menjadi US$5 per ton agar stok sawit berlebih bisa terserap. Foto : Jos/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Produksi sawit yang meningkat di saat “peak season kebun sawit” di penghujung tahun 2018 ini, menyebabkan tangki-tangki timbun menjadi penuh karena pengeluaran berupa ekspor dan pemakaian dalam negeri yang diharapkan dengan B20 berjalan lancar dan segera dapat menyerap CPO terlihat belum sanggup menyerapnya.

Akibatnya, ada beberapa pabrik kelapa sawit (PKS) tidak mampu mengolah TBS terutama yang berasal dari petani atau pekebun.

Hal itu disampaikan Derom Bangun, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia, dalam pers rilisnya di Jakarta, Kamis (27/9/2018).

Program Biodiesel B20 yang mulai berlaku 1 September 2018 yang diharapkan industri FAME (biodiesel) mampu menyerap produksi CPO tersebut sehingga dapat menurunkan stok dan secara tidak langsung akan mampu menstabilkan harga sawit serta pasokan biodiesel ke Pertamina ternyata masih mengalami beberapa kendala di lapangan.

“Di saat yang sama volume ekspor masih bertahan di level 3,2 juta ton per bulan dalam dua bulan terakhir ini yang menunjukkan ada kenaikan volume ekspor dibanding dengan bulan  Mei-Juni lalu.”

“Jika kondisi ini berlanjut, situasi ini dapat menjadi masalah besar bagi industri sawit,” papar Bangun.

Menurutnya, ekspor ke beberapa negara tujuan belum dapat ditingkatkan karena tarif bea impor yang mereka kenakan masih tinggi dan pasar di Afrika Timur masih belum dapat menerima minyak sawit  dalam  bentuk “bulk”, karena kurangnya fasilitas tangki-tangki timbun di beberapa negara  tersebut.

Upaya-upaya pihak industri dan asosiasi berupa promosi dagang ke berbagai negara di samping kampanye-kampanye positif belum mampu menunjukkan peningkatan ekspor yang berarti.

Informasi dari beberapa negara pengimpor menyatakan bahwa ekspor ke negara-negara tersebut dapat ditingkatkan jika produk sawit Indonesia bisa kompetitif dengan produk hilir Malaysia.

Usulan penurunan pungutan ekspor tersebut telah disampaikan pihak industri melalui DMSI kepada pemerintah tetapi pembahasannya membutuhkan koordinasi dan waktu yang lama.

Oleh karena situasi yang mendesak guna menurunkan stok sawit Indonesia yang tengah berlebih, DMSI menyarankan langkah antisipasi sebagai berikut:

1. Mempercepat pelaksanaan dan distribusi serta siapnya logistik dalam pelaksanaan B20 di Indonesia, sehingga industri biodiesel bisa segera beroperasi dengan full-speed.

2. Segera  dapat bersaing dengan produk sejenis dari Malaysia, yaitu menurunkan pungutan ekspor untuk RBD Olein dari US$30 menjadi US$20 per ton untuk jenis bulk, dan menurunkan dana pungutan minyak goreng (Olein) dalam kemasan < 25kg diturunkan dari US$20 menjadi US$5 per ton.

Pada saat yang bersamaan bea pungutan CPO dapat diturunkan dari US$50 per ton.

3. Sementara  harga solar dipasar global meningkat di sekitar US$1,2 per liter dan jauh di atas harga biodiesel Indonesia yang berada dikisaran US65-70 cent per liter, maka potensi biodiesel diekspor ke berbagai negara akan memungkinkan.

Sejalan dengan ini, DMSI juga mengusulkan agar dana pungutan ekspor biodiesel juga dapat diturunkan dari US$20 per ton menjadi US$5 per ton.

“Oleh karena itu DMSI mengharapkan pemerintah melakukan tindakan cepat agar produksi CPO yang mulai melimpah ini dapat segera diserap industri dalam negeri dan ekspor ke berbagai negara tujuan dapat segera meningkat,” pungkas Bangun. (*)