550 Delegasi Mancanegara Siap Hadiri Global Land Forum

Komitmen Indonesia untuk menyelesaikan masalah reforma agraria menjadi pertimbangan khusus bagi pihaknya untuk menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah GLF 2018. Foto : Land Portal
Komitmen Indonesia untuk menyelesaikan masalah reforma agraria menjadi pertimbangan khusus bagi pihaknya untuk menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah GLF 2018. Foto : Land Portal

TROPIS.C0, JAKARTA – Sebanyak kurang lebih 550 delegasi asing dari 84 negara akan berpartisipasi dalam Global Land Forum ke-8 yang diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, pada 24-27 September 2018.

“Kemarin setelah resmi dibuka ‘soft launching dari Global Land Forum di Istana Negara, tentu kami masih ada barapan bahwa Presiden akan hadir pada 24 September 2018 di Gedung Merdeka di Kota bandung untuk menyapa delegasi kurang lebih 550 dari 84 negara yang akan hadir,” kata Panitia Nasional Global Land Forum 2018, Dewi Kartika, dalam konferensi pers menjelang GLF 2018 di Jakarta, Jumat (21/9/2018).

Dewi, yang juga Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), menuturkan sebanyak 500 delegasi dari Indonesia juga akan mengikuti forum itu.

Para peserta itu berasal dari berbagai kalangan dan unsur antara lain organisasi masyarakat sipil, organisasi pembangunan internasional, badan-badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, masyarakat adat, organisasi nelayan, organisasi petani, organisasi nelayan, pakar, akademisi, dan lembaga pemerintahan.

GLF 2018 akan membahas berbagai isu antara lain reforma agraria sejati, kedaulatan pangan, perampasan tanah, hak perempuan atas tanah, masyarakat adat, perubahan iklim, dan krisis regenerasi petani.

GLF itu utamanya bertujuan untuk mendiskusikan dan mempromosikan tata kelola pertanahan berbasis masyarakat (people-centered land governance) untuk mengatasi ketimpangan, kemiskinan, permasalahan konflik agraria, kerusakan ekologis, hak asasi manusia dan pembangunan pedesaan.

Terpilihnya Indonesia sebagai negara tuan rumah penyelenggara GLF 2018 oleh Dewan Global ILC didasarkan pada beberapa perkembangan signifikan, di antaranya dari sisi kemajuan gerakan sosial yang memperjuangkan hak atas tanah serta adanya kemauan politik pemerintah mendorong proses-proses pengakuan hak atas tanah melalui kebijakan reforma agraria dan penyelesaian konflik.

“Mengapa Indonesia dipilih menjadi tuan rumah untul Global Land Forum k-8? Dasarnya adalah komitmen pemerintahan untuk menjalankan reforma agraria di Indonesia ini sinyal positifnya sudah diterima oleh komunitas global.”

“Itulah kenapa pada 2015 Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah perhelatan tiga tahunan ini,” tutur Dewi.

Global Land Forum (GLF) 2018 mengusung tema Bersatu untuk Hak Atas Tanah, Perdamaian, dan Keadilan (United for Land Rights, Peace, and Justice).

Direktur International Land Coalition Mike Taylor mengatakan, komitmen Indonesia untuk menyelesaikan masalah reforma agraria menjadi pertimbangan khusus bagi pihaknya untuk menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah GLF 2018.

“Karena Presiden anda sudah membuat sebuah janji yang sangat ambisius terkait masalah reformasi agraria dan kehutanan,” ujar Mike.

Mike menyatakan, ada banyak negara yang juga melakukan reformasi agraria antara lain Afrika Selatan dan Kolombia.

Negara-negara itu juga mengalami banyak sekali konflik pertanahan dan pemerintahannya berkomitmen untuk mengambil tindakan untuk menghentikan konflik tanah tersebut.

“Indonesia menjadi sangat mencolok karena ambisi Presiden Joko Widodo dalam melakukan ini (reforma agraria),” paparnya lagi.

GLF merupakan forum pertanahan global terbesar di dunia yang diselenggarakan International Land Coalition (ILC), bekerjasama dengan Panitia Nasional GLF dan Kantor Staf Presiden (KSP).

Acara tiga tahunan itu telah diadakan di tujuh negara, yakni di Roma, Italia (2003); Santa Cruz, Bolivia (2005); Entebbe, Uganda (2007); Kathmandu, Nepal (2009); Tirana, Albania (2011); Antigua, Guatemala (2013); dan Dakkar, Senegal (2015).

ILC adalah koalisi yang terdiri dari 250 anggota yang berasal dari lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat adat, serikat tani, lembaga penelitian, dan organisasi antar pemerintah di 77 negara.

Panitia nasional GLF 2018 terdiri dari 12 lembaga swadaya masyarakat, yaitu Konsorisum Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Serikat Petani Pasundan (SPP) dan Rimbawan Muda Indonesia (RMI).

Lalu ada, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Sayogyo Institute (Sains), Serikat Tani Indramayu (STI), Aliansi Petani Indonesia (API), HuMa, Indonesia Human Rights Commite for Social Justice, Epistema Institute.

Sementara, panitia pendukung GLF itu adalah Kantor Staf Presiden (KSP), Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

“Jadi (Global Land Forum 2018) ini merupakan kolaborasi dari organisasi masyarakat sipil, pemerintah dan International Land Coalition,” pungkas Dewi. (*)