Pertamina Realisasikan 80 Persen Mandatori B20

Perluasan B20 yang dicapai Pertamina sudah 80 persen dari target periode berjalan. Foto : Saranankri
Perluasan B20 yang dicapai Pertamina sudah 80 persen dari target periode berjalan. Foto : Saranankri

TROPIS.CO, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) telah merealisasikan perluasan Mandatori Biodiesel 20 persen (B30) sebesar 80 persen dari target periode berjalan.

Dalam kunjungan monitoring implementasi B20 di Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Kabil, Batam, Kepulauan Riau, Minggu (16/9/2018), Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengapresiasi langkah percepatan yang dilakukan Pertamina.

“Dalam pemantauan kami, perluasan B20 yang dicapai Pertamina sudah 80 persen dari target periode berjalan, saya optimistis bisa 100 persen pada akhir 2018 ini,” kata Djoko Siswanto melalui keterangan tertulisnya di Jakarta.

Direktur Logistik Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo menyebutkan, selama periode Januari hingga 14 September 2018, Pertamina telah menggunakan unsur nabati (fatty acud methyl ester/FAME) untuk campuran solar sekitar 1,8 juta kiloliter (KL) atau 80 persen dari target periode berjalan, yaitu berkisar 2,265 juta KL.

Menurut Gandhi, Pertamina selalu berupaya maksimal dan berkomitmen penuh menjalankan setiap penugasan yang diberikan Pemerintah, termasuk menjadi penggerak dalam program mandatori B20.

Ia menambahkan, pencampuran FAME ke bahan bakar jenis diesel ini bukanlah hal yang baru bagi Pertamina.

Sebelumnya, Pertamina sudah melaksanakannya untuk bahan bakar jenis diesel PSO.

“Sudah menjadi kewajiban kami untuk menyukseskan program Pemerintah. Momentum ini bisa menjadi ‘trigger’ untuk badan usaha yang lain agar lebih cepat dalam menjalankan program B20,” ujar Gandhi.

Program mandatori B20 yang dicanangkan pemerintah bertujuan untuk percepatan pemanfaatan energi ramag lingkungan sekaligus menghemat devisa dengan pengurangan potensi impor solar.

Langkah yang dilakukan yakni mendorong pencampuran FAME (Fatty Acid Methyl Ester) untuk bahan bakar diesel baik PSO (Public Service Obligations/Subsidi) maupun Non PSO.

“Saya berharap Pertamina melaksanakan program ini dengan sungguh-sungguh yang nantinya dapat menekan impor solar dan berimbas pada penghematan devisa,” pungkas Djoko. (*)