Pentingnya Kemitraan Swasta dan Masyarakat serta Dukungan Riset dalam Pengelolaan Gambut Berbasis Lanskap

Dukungan sains, data, dan informasi mutlak diperlukan agar sustainable landscape gambut dapat tercapai. Foto : Kementerian LHK
Dukungan sains, data, dan informasi mutlak diperlukan agar sustainable landscape gambut dapat tercapai. Foto : Kementerian LHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Lanskap hutan rawa gambut Indonesia sebagai lokasi biodiversity hotspots dan penyimpan karbon dalam jumlah besar telah berubah secara drastis akibat konversi ke perkebunan, kanalisasi, serta kebakaran yang terus berulang.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG) menerapkan tiga tipe intervensi yaitu rewetting, revegetation, dan revitalization of livelihoods demi melindungi ekosistem dan tata kelola air di lahan gambut.

Namun akibat interaksi berbagai macam kepentingan terhadap sumber daya alam khususnya air menghadirkan kompleksitas pengelolaan gambut di tingkat tapak.

Permasalahan ini yang mengemuka saat membahas pengelolaan gambut berbasis lanskap dalam Diskusi Pojok Iklim bertema Konservasi untuk Pemulihan Ekosistem dan Tata Kelola Air yang digelar KLHK di Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Hadir sebagai pembicara adalah Production Manager KELOLA Sendang, Kresno Dwi Santosa, perwakilan Zoological Society of London, peneliti dari Pusat Studi Teknik Sipil dan Lingkungan LPPM IPB Prof. Dr. Ir. Yuli Suharnoto, M.Eng, serta Presiden Direktur PT Global Alam Lestari Soegeng Irianto.

Tampil sebagai pembicara pertama, Kresno menyatakan, model pengelolaan gambut berbasis lanskap dalam bentuk kemitraan publik-swasta-masyarakat menjadi penting untuk dikedepankan agar dapat mendorong multifungsi dan multibenefit dari pengelolaan gambut yang menyelaraskan tujuan produksi, konservasi dan penghidupan masyarakat.

“Dengan demikian, gambut sebagai kesatuan hidrologis dapat menghadirkan manfaat secara keseluruhan,” ungkap Kresno.

Di sisi lain, dukungan sains, data, dan informasi mutlak diperlukan agar sustainable landscape dapat tercapai.

Prof. Yuli menyatakan bahwa saat ini Institut Pertanian Bogor (IPB) tengah menyiapkan sebuah tool berupa Desain Pengelolaan Tata Air Terpadu pada Skala KHG untuk membantu pengelolaan air di area gambut.

Tool dibangun sebagai model neraca air yang memadukan surface hydrology dan ground water hydrology untuk memprediksi turun naiknya muka air tanah di lahan gambut.

Nantinya tool tersebut dapat memodelkan efektivitas sekat kanal dalam mempertahankan muka air tanah serta memodelkan sekat lahan untuk mengurangi seepage atau kebocoran air dari lahan gambut.

Perspektif lanskap dalam pengelolaan gambut mampu menyeimbangkan fungsi ekologi dan ekonomi yang mencakup konservasi, keanekaragaman hayati, serta mempertahankan stok karbon dan jasa lingkungan.

“Dukungan sains, data dan informasi secara komprehensif mampu memastikan pengelolaan gambut Indonesia secara lestari dan berkesinambungan,” pungkas Prof. Yuli. (*)