Andeska : Segera Bentuk Tim Independen Penatakelolaan Tambang di Babel

H. Usmandie A Andeska inginkan keberpihakan Pemerintah Daerah Bangka Belitung terhadap petani lada dalam aksi nyata atasi penurunan harga lada di pasaran. Foto : Pras/tropis.co
H. Usmandie A Andeska inginkan keberpihakan Pemerintah Daerah Bangka Belitung terhadap petani lada dalam aksi nyata atasi penurunan harga lada di pasaran. Foto : Pras/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Gubernur sejatinya segera membentuk tim independen yang tugasnya fokus menata kelola potensi tambang di Bangka Belitung agar potensi yang tersisa mampu menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi daerah.

Hal itu disampaikan H.Usmandie A. Andeska, tokoh Presidium Bangka Belitung, di Jakarta, Rabu (29/8/2018).

“Mengingat pengelolaan dan pemanfaatan potensi tambang, khususnya timah, kini telah menjadi ajang pengrusakan lingkungan, hingga lebih mencerminkan tingginya tingkat kemudaratan ketimbang manfaat yang dirasakan masyarakat lokal,” ujar pria yang akrab dipanggil Andeska ini.

Dia menegaskan, peran PT Timah di era reformasi dalam pengelolaan potensi tambang timah sudah jauh berkurang.

Kehadiran perusahaan swasta dengan membangun smelter justru membuat potensi yang terkandung cepat terkuras.

Ironisnya, hasil yang didapat tidak memberikan peran besar dalam menggerakan sumber-sumber potensi ekonomi baru, seperti di perkebunan rakyat, perikanan, dan peternakan.

“Dan yang sangat ironisnya kebutuhan daging dan telur hingga saat ini sekitar 90 persen masih tergantung daerah lain, artinya 18 tahun Babel menjadi provinsi sub sektor ini nyaris tidak dikembangkan,” ujar tokoh penggerak usul inisiatif dan perancang konsep RUU pendirian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini.

Karena itu, lanjut putra Kelapa Kampit Belitong ini, saatnya Gubernur fokus pada pengelolaan potensi tambang yang tersisa ini dengan diawali membentuk tim independen yang melibatkan semua unsur pemangku kepentingan, agar pengelolaan potensi tambang timah ini memberikan nilai tambah besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Babel, seperti buah dari hasil diversifikasi dan ekspansi potensi alam non tambang.

Tugas utama dari tim independen ini merumuskan sistem dan strategi pengelolaan potensi tambang yang ramah lingkungan sekaligus menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah berbasiskan pada ekonomi masyarakat.

Kedua, mengkaji sekaligus memgevaluasi peraturan atau perundangan undangan yang berkaitan dengan pengelolaan tambang, dan mengusulkan agar peraturan yang tak seiring dengan program penatakelolaan untuk ditinjau kembali atau direvisi.

Ketiga, mengevaluasi keberadaan pelaku tambang, mulai dari tingkat penambang hingga perusahaan industri pengolahan agar mereka terlibat langsung dalam program tata kelola ini.

“Jangan seperti sekarang masyarakat “dipaksa” menambang tapi hasilnya lebih banyak dinikmati pengusaha industri pengolahan dan inipun hanya didominasi dua atau tiga pengusaha yang selama ini dikesankan sangat dekat dengan penguasa,” kata calon legislatif DPR RI Dapil Babel Utusan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Sangat ironis karena eksistensi mereka dikesankan sangat kuat hingga manajemen PT Timah sebagai pemilik konsesi terluas di Babel dan perusahaan negara, ingin mereka atur.

Ada perusahaan yang ingin menentukan kuata ekspor dengan menggunakan “stempel” PT Timah, lalu menempatkan perusahaannya sebagai penerima kuota terbesar dalam jumlah 600 ton hingga 700 ton setiap bulan.

“Sungguh ini sangat tidak sehat sementara smelter lain yang juga memiliki kemampuan, dibatasi,” jelas Andeska.

Padahal hampir semua bahan baku berupa biji timah yang mereka gunakan bersumber dari timah ilegal yang ditambang masyarakat di dalam konsesi PT Timah.

Adapun konsesi yang mereka miliki itu hanyalah kamuflase saja, tidak mereka tambang hanya untuk mendapatkan kuota.

Ada yang mereka tambang seperti perusahaan MCM di Belitung Timur di kaki Gunung Kik Kara, itu hanya pura pura menambang, tapi kandungan timahnya sangat kecil yang tak mungkin mampu memenuhi kapasitas smelter mereka.

Tapi ironisnya mereka bisa menjual balok timah hingga 150 ton setiap bulan. “Nah..inikan jelas bahwa sebagian besar bahan bakunya bukan berasal dari IUP mereka,” ujarnya.

Karena itu Andeska menilai penatakelolaan penambangan timah di Babel ini sudah sangat mendesak.

Sehingga potensi yang tersisa ini benar benar memberi manfaat besar bagi peningkatan ekonomi masyarakat dalam kurun lima hingga 10 tahun ke depan. (*)