Andeska Minta Suku Sawang Mempertahankan Kearifan Lokal

Upacara Muangjong merupakan kegiatan membuang jong - miniatur perahu dihias dan dilengkapi berbagai jenis makanan; roti, pisang dan berbagai jenis kue lainnya, ke tengah laut. Foto : Dok. Istimewa.
Upacara Muangjong merupakan kegiatan membuang jong - miniatur perahu dihias dan dilengkapi berbagai jenis makanan; roti, pisang dan berbagai jenis kue lainnya, ke tengah laut. Foto : Dok. Istimewa

TROPIS.CO, BELITONG – Masyarakat Suku Sawang hendaknya terus mempertahankan kearifan lokal yang ada di tengah masyarakat Belitong yang salah satunya upacara muangjong dan berbagai tari tradisional orang laut.

Permintaan itu disampaikan tokoh masyarakat Belitung, H. Usmandie A. Andeska, saat bersilaturahmi dengan masyarakat Suku Sawang Juru Seberang Tanjungpandan, pekan lalu.

Andeska mengatakan kearifan lokal yang masih berkembang di tengah masyarakat berpotensi menjadi objek wisata yang mampu menarik kaum wisatawan datang keJuru Seberang.

“Kondisi sangat berpeluang mengingat Desa Juru Seberang kini sudah dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata di Belitong,” kata Calon Anggota DPR RI daerah pemilihan Bangka Belitong ini.

Dengan tetap eksisnya budaya Suku Sawang tentu ini akan menjadi salah satu atraksi dalam mempertahankan masa kunjungan wisatawan.

“Saya berharap Pemda Belitung dan Pemda Provinsi Babel untuk memberikan perhatian serius terhadap potensi wisata di Juru Seberang, termasuk sumber daya manusianya,” paparnya.

Kepala Suku Sawang Manan menjelaskan bahwa masyarakat Suku Sawang memang sampai kini berupaya terus mempertahankan tradisi yang sudah ada sejak tahun 1617 masehi itu.

Dia mengakui dengan adanya upara muangjong sebagai salah satu bentuk rasa syukur kaum nelayan kepada Maha Pencipta, sangat dirasakan telah memberikan dampak positif dalam kehidupan masyarakat nelayan, terutama nelayan di Juru Seberang.

“Kami sangat merasakan bahwa ada peningkatan hasil tangkapan nelayan dengan jenis ikan yang beragam,” kata Manan.

Hal yang tak kalah penting dari itu, dalam beberapa tahun terakhir, kalangan nelayan merasa dilindungi saat berada di laut.

“Tidak ada kecelakaan laut. Alhamdulillah semua berjalan lancar,” ujar Manan.

Manan mengakui upacara Muangjong ini sempat terhenti hampir delapan tahun, karena wafatnya orang tuanya.

Namun sejak 2015 lalu Upacara Muangjong diselenggarakan kembali.

Upacara Muangjong merupakan kegiatan membuang jong – miniatur perahu dihias dan dilengkapi berbagai jenis makanan; roti, pisang dan berbagai jenis kue lainnya, ke tengah laut.

Saat menuju ke tengah laut Muangjong diiringi dengan puluhan perahu nelayan.

Malamnya, sebelum jong dibuang, dilakukan upacara berupa pentas tari dan drama mengisahkan aktivitas nelayan saat menangkap ikan.

Kegiatan ini dilangsungkan sejak pukul 20.00 malam hingga mendekati masa jpng dibuang, pukul 10.00 WIB. (*)