WALHI Laporkan 36 Kasus Dugaan Skandal Korupsi Minerba ke KPK

Terkait korupsi di sektor sumber daya alam, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati, minta KPK jerat korporasi yang terbukti terlibat. Foto : Tribunnews.com
Terkait korupsi di sektor sumber daya alam, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati, minta KPK jerat korporasi yang terbukti terlibat. Foto : Tribunnews.com

TROPIS.CO, JAKARTA – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan hidup, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) yang tergabung dalam Gerakan Nasional Penyelamat Sumber Daya Alam (GNPSDA) melaporkan 36 temuannya terkait dugaan skandal korupsi pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Dari 36 kasus yang dilaporkan, sebagian besar ada di Sumatera dan Kalimantan. WALHI juga memberikan penilaiannya kepada KPK agar meneruskan upaya penindakan dari hasil koordinasi dan supervisi (korsup) terkait sektor minerba dan sawit,” kata Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya KPK juga diminta untuk memberikan pengawasan khusus dalam hal pemberian izin terkait pertambangan maupun pembukaan lahan di sejumlah daerah.

Oleh karena proses perizinan yang diberikan oleh pemerintah kepada para konglomerat atau perusahaan tambang harus diperketat.

Hidayati juga mengatakan ada beberapa hal yang disampaikan WALHI kepada KPK, salah satunya adalah terkait upaya koordinasi supervisi (korsup) untuk tambang dan kelapa sawit.

Lalu terkait dengan dimasukkannya isu kerusakan lingkungan akibat ekstraksi sumber daya alam itu sebagai kerugian negara yang bisa mendukung kasus-kasus korupsi.

“Pembenahan tata kelola sumber daya alam tidak akan terjadi jika izin terus diberikan. Nah ini kami lihat adalah langkah-langkah yang cukup positif, tetapi memang kami mmberikan catatan terhadap langkah-langkah yang sudah dilakukan,” katanya.

Hidayati juga menjelaskan WALHI menilai korsup minerba dan sawit masih sebatas administratif. Dimana, meski izinnya dicabut, tetapi sebenarnya belum menyentuh persoalan substansi pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).

Korsup pun masih sebatas pada upaya pencegahan dan pengawasan, baik KPK maupun pemerintah daerah belum masuk pada penindakan hukum yang sesungguhnya.

Pasalnya, tidak ada tindakan tegas terhadap pemberi izin dan juga terhadap korporasi.

Hidayati juga memaparkan, proses perizinan masih terus marak, dan menjadi bagian dari praktik politik terutama saat menjelang pemilu.

Ia mencontohkan perizianan di pemerintahan tingkat kabupaten yang diberikan oleh para Bupati. Dan paling banyak adalah terkait perizinan perkebunan kelapa sawit. (*)